Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 25 Mar 2022 - 17:59:07 WIB
Bagikan Berita ini :

Hergun: Calon Dewan Komisioner OJK akan Diuji Komitmennya dalam Melindungi Masyarakat

tscom_news_photo_1648213157.jpg
Heri Gunawan (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Penjaringan kandidat Calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022–2027 telah sampai pada tahap penyerahan nama-nama calon dari Presiden kepada DPR. Beberapa hari lalu telah beredar nama-nama tersebut, namun susunannya dianggap berbeda dari nama yang diserahkan oleh Panitia Seleksi kepada Presiden.

Menanggapai hal tersebut, anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan menyatakan bahwa daftar nama calon Dewan Komisioner OJK dari Presiden belum sampai ke Komisi XI. Mekanisme surat-menyurat biasanya dari Presiden disampaikan kepada Pimpinan DPR.

Politisi yang biasa disapa Hergun itu menambahkan, nanti akan digelar Rapat Bamus (Badan Musyawarah) yang akan menunjuk AKD (Alat Kelengkapan Dewan) untuk menindaklanjutinya. Karena OJK merupakan mitra Komisi XI, maka nantinya Komisi XI yang akan diberi tugas melakukan fit dan proper test terhadap nama-nama yang diajukan oleh Presiden.

“Kalau mengikuti ketentuan UU OJK, UU Nomor 21 Tahun 2011, semestinya nama-nama tersebut sudah sampai di DPR. Bisa jadi, saat ini masih di meja Pimpinan DPR. Selanjutnya menurut UU OJK Pasal 12 ayat 4, DPR memiliki waktu paling lama 45 hari kerja untuk memilih 7 calon dari 14 calon yang diajukan oleh Presiden,” kata Hergun yang juga menjabat sebagai Kapoksi Fraksi Partai Gerindra Komisi XI pada awak media di Jakarta pada Jumat (25/3/2022).

“Terkait dengan perubahan posisi, misalnya salah satu calon Dewan Komisioner OJK yang berdasarkan daftar nama yang diserahkan oleh Panitia Seleksi kepada Presiden, berada pada "Calon Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota", namun berdasarkan nama-nama yang beredar di masyarakat berpindah menjadi pada "Calon Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dan merangkap anggota", itu nanti kita akan lihat di suratnya, jika sudah sampai di Komisi XI,” lanjutnya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra itu menambahkan, mekanisme pemilihan Calon Dewan Komisioner OJK harus mengacu pada UU OJK. Yaitu, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14. Di situ, aturannya sudah jelas.

“Pasal 11 ayat (9) menyatakan Panitia Seleksi melakukan penilaian dan pemilihan serta menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan,” ujarnya.

“Lalu Pasal 12 ayat (1) menyatatakan Presiden memilih dan menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner sebanyak 2 (dua) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya nama calon anggota Dewan Komisioner dari Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (9),” lanjutnya.

Ia berpandangan, Pasal 12 ayat (1) memang memerintahkan Presiden sebatas memilih dan menyampaikannya kepada DPR. Tidak ada perintah memindahkan. Namun, perintah memilih tersebut dapat dimaknai dalam koridor ke-21 nama yang disampaikan oleh Panitia Seleksi atau juga bisa dimaknai memilih 2 nama dari 3 nama dalam tiap-tiap bidang. Nanti ini akan dikaji secara lebih mendalam.

Bahkan, lanjutnya, dalam fit and proper test di Komisi XI, susunan tersebut bisa berubah juga karena akan menyesuaikan dengan kapasitas dan hasil fit and proper test para calon dewan komisioner OJK. DPR diberi wewenang memilih jumlah anggota dewan komisioner OJK sesuai jumlah yang dibutuhkan.Hal tersebut sesuai dengan Pasal 12 ayat 4.

Ketua DPP Partai Gerindra DPR itu menambahkan, selain soal mekanisme, hal yang tidak kalah penting yakni mengenai kapasitas dan integritas sosok-sosok yang diajukan oleh Presiden. Ke-14 calon tersebut harus mampu menjawab tantangan di sektor jasa keuangan, mulai dari meningkatnya pengaduan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan terutama pinjol dan asuransi, belum pulihnya intermediasi perbankan, masih rendahnya porsi kredit UMKM, masih besarnya outstanding restrukturisasi kredit akibat Covid-19 serta persoalan di pasar modal.

“Menurut data, pengaduan masyarakat meningkat tajam. Jika pada 2017 hanya berjumlah 25.742 aduan, pada 2021 meningkat 2.213% menjadi 595.521 aduan. Pengaduan tersebut antara lain mencakup Fintech/Pinjol, Perbankan dan Asuransi. Peningkatan pengaduan secara signifikan menunjukkan semakin banyak masyarakat yang merasa dirugikan oleh lembaga keuangan. Bahkan dari data, ada yang memutuskan bunuh diri karena tidak tekanan dari debt collector,” katanya.

“Pasal 4 UU OJK mengamanatkan OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Lalu, mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dan, mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,” tegasnya.

Ia melanjutkan, berdasarkan amanat UU tersetbut maka selain pengaduan, permasalahan lain yang perlu segera direspon adalah belum menguatnya peran intermediasi perbankan.

“Pada 2018, kredit perbankan melambung tinggi hingga 11,82%. Namun pada 2109 mulai turun menjadi 6,08%. Tahun 2020, kehadiran Covid-19 makin menenggelamkan hingga menjadi -2,41%. Dan pada 2021, mulai terjadi kenaikan 5,24%,” katanya.

Hergun berpendapat, upaya pemulihan ekonomi perlu didukung penguatan aliran kredit dari perbankan. Diumpamakan, kredit perbankan merupakan darah dalam sistem perekonomian. Alirannya akan menguatkan pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan, serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

“Angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia masih besar. Menurut BPS, pada 2021, angka pengangguran mencapai 9,1 juta orang. Sementara angka kemiskinan mencapai 26,50 juta orang,” katanya.

“Karena itu, para calon Dewan Komisioner OJK, terutama Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, perlu menyiapkan strategi untuk mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan agar nantinya bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan,” lanjutnya.

Selanjutnya, ia menambahkan, perlu juga penguatan terhadap kredit UMKM. Saat ini porsi kredit UMKM masih berkisar 20%, lebjh rendah dibanding negara-negara lain. Misalnya, Malaysia 51%, Singapura 39%, Jepang 66%, dan Korea Selatan sudah mencapai 81%. Presiden Jokowi sudah menargetkan porsi kredit UMKM mencapai 30% pada tahun 2024.

Persoalan lainnya, kata Hergun, outstanding restrukturisasi kredit akibat Covid-19 masih mencapai Rp663,5 triliun terhadap 4,08 juta debitur, jika tidak disikapi secara tepat berpotensi menambah angka kredit bermasalah atau NPL yang pada akhirnya berpotensi menjadi ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.

Selain itu, para calon anggota Dewan Komisioner OJK juga perlu memiliki strategi dalam meningkatkan pengawasan di pasar modal.

"Kasus Jiwasraya dan Asabri, bahkan BPJS Ketenagakerjaan, memiliki keterkaitan dengan investasi di pasar modal yang menyebabkan terjadinya kerugian. Ada dugaan kuat adanya moral hazard yang terorganisir dan sistematis," katanya.

"OJK perlu membersihkan pasar modal dari para manajer investasi atau analis yang tidak kompeten. Apalagi saat ini sudah terdaftar investor sebanyak 8,1 juta orang yang mayoritas merupakan anak-anak milenial. OJK harus melindunginya dari kejahatan di pasar modal," lanjutnya.

Politisi dari Dapil Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten) Sukabumi berpandangan, masa depan sektor jasa keuangan di Indonesia sangat tergantung kepada para Calon Dewan Komisioner OJK.

“Tantangan di sektor keuangan semakin berat dan rumit. Banyak kasus baru dengan modus semakin canggih yang berhasil memperdaya lebih banyak masyarakat dan nasabah. Selain itu, perkembangan digitalisasi juga menuntut pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat,” katanya.

“Syarat mutlak untuk bisa dipilih menjadi Anggota Dewan Komisioner adalah memiliki kapabilitas, baik di bidang perbankan, asuransi, pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan, Fintech/Pinjol, serta jasa keuangan lainnya. Lalu, teruji integritasnya. Hal tersebut untuk memastikan independensi OJK dalam menjalankan kebijakan-kebijakan sesuai fungsi, tugas, dan wewenangnya,” lanjutnya.

Hergun memaparkan, Komisi XI DPR-RI akan melaksanakan fit dan proper test terhadap Calon Dewan Komisioner OJK secara tepat waktu, serta akan menggali sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas dan integritas masing-masing calon, dan juga memastikan komitmen para calon tersebut dalam melindungi kepentingan masyarakat dan nasabah.

tag: #partai-gerindra  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Berita

Ketua Umum IMI Bamsoet Dukung Gelaran Pecah VW 2024 Dapatkan Rekor MURI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bambang Soesatyo mematangkan persiapan acara pemecahan Rekor MURI, ...
Berita

SOKSI Optimis MK Tak Lampaui Wewenangnya: Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Menjelang putusan MK tentang sengketa Pilpres 2024 pada 22 April 2024 mendatang, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI. Ir. Ali Wongso Sinaga menyatakan optimis amar ...