JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti banyak kisah miris para vendor mitra Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terjerat utang sampai bangkrut karena pekerjaan mereka tak dibayar, terutama vendor-vendor kecil. Ia pun meminta pertanggungjawaban Pemerintah atas banyaknya permasalahan BUMN yang tak membayar vendor.
“Ini kan vendor-vendor mengerjakan proyek BUMN itu harus berutang ke bank atau cari investor untuk modalnya. Sudah banyak vendor yang bangkrut, jatuh miskin, asetnya dilelang bank karena tidak dibayar BUMN-BUMN ini,” kata Mufti Anam, Rabu (11/12/2024).
Beberapa kasus penunggakan pembayaran proyek oleh BUMN kepada vendor sempat ramai mencuat di publik. Seperti kasus gagal bayar PT Waskita Karya kepada vendor-vendornya.
Nasib buruk para vendor rekanan juga tidak hanya terbatas pada PT Waskita Karya, namun juga dirasakan oleh para vendor yang bermitra dengan PT Istaka Karya. Salah satunya terkait dengan pembangunan proyek Underpass Kentungan, Yogyakarta.
Mufti mengatakan, dua kasus tersebut hanya segelintir kasus yang mengemuka di publik.
“Kita juga banyak dengar banyak vendor-vendor kecil yang bermasalah dalam penagihan pembayaran kepada BUMN. Kalau mereka melawan, ada juga yang terus dikriminalisasi. Perusahaan kecil melawan perusahaan yang memiliki kekuasaan besar, ini jahat sekali,” ungkapnya.
Baru-baru ini, ratusan orang melakukan aksi unjuk rasa di PT Barata Indonesia Gresik di Jalan Veteran, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Selasa (12/11). Massa yang tergabung dalam Aliansi Vendor Barata (AVB) ini menuntut agar perusahaan BUMN tersebut segera melunasi utangnya yang belum dibayarkan kepada 272 vendor selama 5 tahun dengan total Rp 2,7 triliun.
Banyak vendor yang bermitra dengan PT Barata Indonesia Gresik bangkrut akibat tagihan tidak kunjung dibayar. Padahal mereka sudah melakukan pekerjaan sesuai kontrak, baik untuk proyek pengadaan (supplier), jasa, maupun konstruksi.
Menurut Aliansi Vendor Barata, bahkan sampai ada pemilik salah satu vendor yang nekat bunuh diri karena tunggakan utang saat mengerjakan proyek. Beberapa juga mengalami depresi hingga bercerai dari pasangannya.
“Sampai ada yang bunuh diri, ini kan sudah zalim dan mengkhianati slogan AKHLAK BUMN yang digembar-gemborkan Kementrian BUMN,” tegas Mufti.
“Apa yang terjadi di Barata Indonesia, Waskita Karya dan beberapa BUMN lain hanya puncak gunung es, yang terlihat saja. Kasus BUMN yang tidak membayar vendor itu jumlahnya jauh lebih besar,” sambung Legislator dari dapil Jawa Timur II itu.
Mufti meyakini jika semua utang BUMN ke vendor dijumlahkan, angkanya bisa fantastis dan melebihi jumlah korupsi Jiwasraya yang puluhan triliun.
"Saya juga telah mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai utang-utang BUMN lain yang tidak juga dibayar," terang Mufti.
"Apalagi perusahaan karya yang membangun jalan tol, sudah tidak bisa disebutkan lagi berapa banyak vendor yang teriak-teriak, ini bisa mudah kita temukan karena beberapa di antaranya viral,” sambungnya.
Mufti meminta Pemerintah memberi atensi lebih terkait persoalan ini. Apalagi Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mendukung kemajuan perekonomian kerakyatan.
“Kita minta pertanggungjawaban Kementerian BUMN karena tidak bisa membina BUMN di bawahnya. Termasuk juga evaluasi direksi-direksi BUMN yang bermasalah karena mereka yang bertanggung jawab,” tukas Mufti.
Menurut Mufti, rata-rata BUMN yang bermasalah dengan vendor adalah BUMN yang rutin menerima PMN (Penyertaan Modal Negara).
“Waskita Karya dan Barata Indonesia ini ibarat pasien tetap penerima PMN. Setelah menggerogoti negara, rakyat pun dibuat sengsara,” sebutnya.
Mufti mengatakan, seharusnya BUMN membina para vendor-vendor kecil agar bisa membantu pergerakan roda perekonomian negara. Namun dengan tidak melakukan pembayaran, BUMN disebut justru ‘mematikan’ usaha para vendor.
“Vendor-vendor tersebut harusnya dibina oleh BUMN, bukannya malah dibinasakan," ujar Mufti.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan BUMN, perdagangan, kawasan perdagangan, dan pengawasan persaingan usaha itu menegaskan pola buruk BUMN yang tidak membayar vendor harus segera dihentikan. Jika hal tersebut terus dilakukan, kata Mufti, dampaknya sangat jelek bagi negara dan BUMN itu sendiri.
“Yang pasti BUMN tersebut akan kesulitan mendapatkan vendor yang berkualitas karena mereka takut tidak dibayar. Dan ini sudah banyak terjadi juga,” ucapnya.
Tak hanya itu, BUMN pun disebut akan semakin sulit mengakses pembiayaan. Kalaupun ada, maka beban bunganya akan tinggi karena faktor reputasi yang mempengaruhi tingkat kepercayaan lembaga keuangan.
“Ujung-ujungnya kalau tidak punya duit, BUMN itu datang ke Pemerintah dan DPR minta PMN. Padahal para BUMN itu yang menciptakan kesulitan untuk dirinya sendiri,” imbuh Mufti.
Mufti pun mendesak Kementerian BUMN meningkatkan tata kelola pengawasan dan tata pengelolaan di BUMN. Kementerian BUMN juga diminta melakukan tracing dan memilah utang BUMN kepada vendor-vendor, termasuk di dalamnya utang ke vendor kecil yang masuk kategori UKM atau koperasi.
“Kalau perlu ajak Kementerian UKM dan Koperasi agar bagaimana menyelamatkan mereka karena tagihannya tidak kunjung dibayar BUMN,” pinta Mufti.
Mufti menegaskan Kementerian BUMN harus bisa melihat dan mengakses laporan keuangan BUMN dalam hal utang-utang dengan vendor mitra.
“Karena akal-akalan BUMN terkadang utang itu digelondongkan. Giliran BUMN kembang-kempis lalu urusan membayar vendor besar yang memiliki ‘beking kuat’ biasanya diprioritaskan. Tapi vendor kecil yang para UKM dan koperasi ini tidak digubris,” paparnya.
“Apalagi vendor kecil ini kan uangnya terbatas dan tidak bisa sewa pengacara, selesai sudah nasibnya. Beda dengan vendor besar yang bisa sewa pengacara, bisa lobi sana sini, suap sana sini,” tambah Mufti.
Mufti pun menyatakan, persoalan BUMN yang kerap mengabaikan kewajiban pembayaran utangnya ke vendor kecil telah menjadi catatan bagi DPR sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam pengawasan.
“Dan tentu saja urusan BUMN itu di DPR tidak akan mudah. Perilaku buruk BUMN tentu menjadi catatan penting bagi kami anggota DPR,” sebutnya.
“Poles-poles laporan yang disampaikan saat BUMN dipanggil DPR sudah tidak mempan lagi, karena kami telah melakukan penyerapan aspirasi dan melakukan investigasi terkait hal ini,” lanjut Mufti.
Mufti juga menyoroti pentingnya sikap Pemerintah menunjukkan keberpihakan kepada vendor-vendor kecil yang tidak dibayar oleh BUMN.
“Cek tiap-tiap BUMN, lihat bagaimana pola mereka bermain lewat kezaliman kepada vendor kecil. Dan segera selesaikan apabila ada yang bermasalah,” katanya.
“Ini hanya sebagian kecil yang harus dibayar Kementerian BUMN demi menyelamatkan vendor kecil. Dan tebus kesalahan dengan membina BUMN agar menjadi lebih baik, lalu angkat komisaris dan direksi yang kompeten dan bertanggung jawab,” pungkas Mufti.