Opini
Oleh Ariady Achmad,Mantan Aleg FPG 1997-2004. pada hari Kamis, 27 Feb 2025 - 11:44:39 WIB
Bagikan Berita ini :

Dilema Konstitusi dan Akuntabilitas BPI Danantara: Sebuah Anomali dalam Tata Kelola Keuangan Negara,sebuah analisis.

tscom_news_photo_1740631479.jpeg
(Sumber foto : )

27 Februari 2025-Dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas, pembentukan BPI Danantara melalui Keputusan Presiden (Keppres) seharusnya menjadi sorotan utama, baik dari aspek hukum, tata kelola keuangan negara, maupun implikasi politiknya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—para pakar hukum dan akademisi cenderung bungkam, sementara publik dikejutkan dengan fakta bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memiliki kewenangan untuk mengaudit keuangan BPI Danantara, kecuali atas perintah DPR RI, dan auditnya hanya dilakukan oleh Akuntan Publik yang mereka tunjuk sendiri.

Keanehan ini menimbulkan berbagai pertanyaan fundamental yang bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh inti persoalan konstitusional negara. Jika tidak segera dikaji secara mendalam, hal ini bisa menjadi preseden berbahaya dalam tata kelola keuangan negara.

BPI Danantara dan Anomali Konstitusi

BPI Danantara dibentuk berdasarkan Keppres, yang dalam sistem hukum Indonesia merupakan produk hukum dari eksekutif dan berada di bawah Undang-Undang (UU) yang disahkan oleh DPR, serta jauh lebih rendah dibandingkan konstitusi, yakni UUD 1945. Oleh karena itu, jika Keppres ini mengatur bahwa BPK tidak bisa mengaudit keuangan BPI Danantara, maka secara hierarkis muncul kontradiksi yang sangat mendasar:

1. Apakah Keppres ini menempatkan dirinya lebih tinggi dari UUD 1945?

Pasal 23E UUD 1945 secara jelas menugaskan BPK sebagai satu-satunya lembaga independen yang memiliki wewenang untuk mengaudit keuangan negara.

Jika BPK tidak bisa mengaudit BPI Danantara, padahal lembaga ini mengelola keuangan yang berpotensi bersumber dari negara, maka ada indikasi bahwa Keppres telah menabrak konstitusi.

2. Apakah audit oleh Akuntan Publik cukup menjamin transparansi dan akuntabilitas?

Berbeda dengan hasil audit BPK yang bersifat mengikat secara hukum, laporan Akuntan Publik hanya merupakan opini profesional yang bisa diperdebatkan di pengadilan.

Jika terjadi penyimpangan atau fraud, hasil audit Akuntan Publik tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan audit BPK, yang berarti mekanisme pertanggungjawaban menjadi lemah.

3. Mengapa BPK hanya bisa melakukan audit jika mendapat perintah DPR?

Secara struktural, BPK adalah lembaga tinggi negara yang sederajat dengan DPR, bukan subordinasi yang harus menunggu perintah.

Jika DPR memiliki kendali penuh atas keputusan audit, maka ini bisa membuka celah politisasi, di mana pengawasan keuangan negara menjadi selektif dan tidak independen.


Transparansi dan Akuntabilitas yang Dipertaruhkan

Keputusan untuk menempatkan BPI Danantara di luar jangkauan BPK adalah persoalan serius dalam tata kelola keuangan negara. Jika lembaga ini mengelola dana publik atau dana investasi pemerintah dalam jumlah besar—yang disebut mencapai hampir Rp 14.000 triliun—tanpa mekanisme audit yang jelas, maka potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi menjadi sangat besar.

Pertanyaannya sekarang adalah: dari mana sumber pendanaan BPI Danantara?

Jika berasal dari APBN/APBD atau terkait dengan aset negara, maka BPK wajib melakukan audit, dan pembatasan wewenang BPK melalui Keppres bisa dianggap sebagai pelanggaran konstitusi.

Jika dananya berasal dari swasta atau sumber non-APBN, maka memang bisa dikatakan berada di luar lingkup BPK. Namun, tetap perlu ada mekanisme pengawasan independen yang setara dengan BPK.


Tanpa kejelasan ini, publik berhak curiga bahwa ada desain tertentu untuk menciptakan "kekuasaan keuangan" di luar sistem hukum yang transparan.

Dampak Politik dan Risiko Masa Depan

Keppres yang membentuk BPI Danantara juga membawa implikasi politik yang tidak kalah besar. Karena sifatnya sebagai peraturan eksekutif, Keppres bisa dengan mudah dibatalkan oleh presiden berikutnya. Artinya, tidak ada jaminan keberlanjutan atau kepastian hukum jangka panjang bagi BPI Danantara, yang bisa menjadi sinyal buruk bagi investor.

Lebih dari itu, jika dana yang dikelola sebesar Rp 14.000 triliun benar-benar ada, maka kekhawatiran yang lebih besar adalah apakah ini akan menjadi instrumen politik ekonomi yang bisa digunakan secara tidak transparan untuk kepentingan tertentu?

Sejarah telah menunjukkan bahwa lembaga atau entitas dengan akses besar terhadap dana, tetapi tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, sering kali menjadi sumber masalah besar di kemudian hari. Kasus BLBI, Jiwasraya, hingga skandal keuangan di berbagai BUMN seharusnya menjadi pelajaran.

Kesimpulan: Mendesak Dilakukan Judicial Review

Dari berbagai aspek di atas, ada beberapa langkah mendesak yang harus dilakukan:

1. Transparansi sumber dana

Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka apakah BPI Danantara mengelola dana publik atau tidak. Jika ya, maka BPK harus segera diberikan wewenang penuh untuk mengauditnya.

2. Judicial Review Keppres

Mengingat ada potensi pelanggaran terhadap konstitusi, maka judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) harus diajukan untuk menguji legalitas Keppres yang membentuk BPI Danantara.

3. Penguatan pengawasan legislatif dan publik

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Perebutan Kekuasaan dan Harapan Reformasi Melawan KKN

Oleh Aleg FPG 1997 - 2004
pada hari Kamis, 27 Feb 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam analisis politik Indonesia terkini, kita menyaksikan pergulatan kekuatan yang semakin tajam, di mana aktor-aktor politik, masyarakat sipil, dan mahasiswa memainkan peran ...
Opini

Kontroversi Lagu "Bayar, Bayar, Bayar" oleh Band Sukatani: Antara Kebebasan Berekspresi dan Respons Institusi

Jakarta, 27 Februari 2025-Band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah merilis lagu berjudul "Bayar, Bayar, Bayar". Lagu ini mengkritik ...