Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 02 Des 2025 - 17:13:29 WIB
Bagikan Berita ini :

Berbagai Dorongan DPR soal Bencana Aceh-Sumatera Kirimkan Makna Rakyat Harus Jadi Prioritas

tscom_news_photo_1764670409.jpeg
Muhammad Khozin (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Berbagai dorongan DPR RI terkait bencana banjir dan longsor di Aceh-Sumatera, termasuk penetapan status bencana nasional, dinilai menunjukkan empati kepada rakyat. DPR disebut menunjukkan bahwa rakyat harus menjadi prioritas utama.

Analis Komunikasi Politik Silvanus Alvin, memandang respons DPR dalam menyikapi perkembangan bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat itu merupakan kepedulian anggota dewan agar Pemerintah segera fokus menangani korban terdampak bencana.

"Kalau kita lihat rangkaian pernyataan dari DPR mulai dari Ketua DPR hingga anggota DPR lainnya, terlihat para anggota dewan membaca bencana ini bukan hanya sebagai persoalan teknis, tetapi sebagai krisis kemanusiaan yang menuntut respons cepat," kata Silvanus Alvin, Selasa (2/11/2025).

Sebelumnya, Pimpinan dan Anggota DPR RI terus menyuarakan berbagai dorongan terkait bencana banjir dan longsor di Aceh-Sumatera. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta, bahkan meminta agar pemerintah menetapkan bencana Aceh dan Sumatera sebagai bencana nasional.

Terlebih, data terupdate Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin (1/12) pukul 17.00 WIB, jumlah korban meninggal akibat bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera bertambah menjadi 604 orang. Dengan rincian, sebanyak 156 orang meninggal dunia, korban hilang 181 orang dan korban luka 1.800 di Aceh.

Kemudian, korban meninggal sebanyak 165 orang, korban hilang 114 orang, dan 112 orang terluka di Sumatera Barat. Sementara jumlah korban di Sumatera Utara mencapai 283 jiwa, 169 orang hilang, dan 613 orang terluka.

Lingkungan Data Pusdatin BNPB juga mengungkapkan, setidaknya sebanyak 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rumah rusak sedang, 20.500 rumah rusak ringan, jembatan rusak 271 unit hingga 282 fasilitas pendidikan rusak.

"Para korban adalah kita, dan bukan sekadar angka semata. Dan hal ini salah satunya ditunjukkan dengan dorongan untuk menaikkan status sebagai bencana nasional," ujar Alvin.

Sebagaimana yang dikatakan Sukamta, keputusan seluruh anggota Fraksi PKS DPR RI untuk melakukan pemotongan gaji guna disumbangkan kepada korban bencana juga diapresiasi. Menurut Alvin, upaya Fraksi PKS merupakan wujud kepedulian yang musti diikuti oleh wakil rakyat lainnya.

"Tidak hanya itu, upaya pemotongan gaji dari seluruh anggota FPKS bisa ditiru oleh anggota partai dari fraksi lainnya,” tuturnya.

“Hal ini menunjukkan tidak hanya kepedulian melainkan juga semangat solidaritas dan gotong royong di situasi sulit saat ini," lanjut Alvin.

Dosen milenial ini pun turut menyoroti dorongan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati yang meminta ada dispensasi akademik, keringanan uang kuliah tunggal (UKT) hingga akses internet bagi mahasiswa terdampak bencana.

Termasuk upaya Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya yang meminta pemerintah menggratiskan penerbitan dokumen imigrasi korban bencana yang rusak atau hilang.

Selain itu, Anggota Komisi II DPR M Khozin meminta Pemerintah melakukan aktivasi dana darurat untuk mitigasi bencana, serta Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman yang meminta ada percepatan pendataan penanganan hingga kerusakan bencana hidrometeorologi.

Menurut Alvin, banyaknya sorotan anggota DPR ini bermakna bahwa pemerintah harus memprioritaskan keselamatan, kondisi hingga kebutuhan para korban.

"Dari persoalan pendidikan, dokumen administrasi, hingga pemulihan sosial, DPR mengirim pesan bahwa korban harus diprioritaskan dalam semua lini layanan negara," terang Alvin.

Secara khusus, Alvin menyinggung desakan Anggota Komisi XII DPR Ratna Juwita Sari kepada Pemerintah untuk menindak tegas perusahaan pertambangan dan perkebunan yang beroperasi di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan sekitarnya di Provinsi Sumatera Utara.

Kepada Pemerintah, Ratna Juwita meminta agar izin usaha perusahaan tersebut dicabut karena terbukti merusak lingkungan. Desakan Ratna sejalan dengan laporan Kementerian Lingkungan Hidup yang akan memanggil 8 entitas karena diduga berkontribusi memperparah banjir di DAS Batang Toru akibat aktivitas operasionalnya.

Hal itu dilakukan untuk menelusuri gelondongan kayu yang terseret banjir bandang di wilayah Sumatera. Alvin menilai, desakan dari Ratna Juwita agar ada sanksi tegas bagi perusak lingkungan yang telah banyak merugikan itu menunjukkan DPR berada bersama rakyat.

“Desakan ini penting. Ketegasan terhadap perusahaan yang merusak lingkungan bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi soal keselamatan warga di sekitar DAS Batang Toru. Langkah Bu Ratna menunjukkan bahwa DPR membaca akar masalahnya, bukan hanya dampaknya,” terangnya.

“Ketika DPR berani mendorong sanksi tegas bagi perusak lingkungan, itu menunjukkan keberpihakan pada warga yang paling terdampak dan mencegah kejadian yang sama berulang kembali,” imbuh Alvin.

Master dari University of Leicester, Inggris ini pun meyakini masyarakat akan ikut berjuang bersama DPR untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut. Sebab, kata Alvin, DPR telah berkomitmen mengawal persoalan itu.

"Bahkan, rakyat saya kira akan bersama DPR mengingat perusahaan-perusahaan serakahnomics telah merusak lingkungan yang berdampak pada buruknya ekosistem Indonesia hinga mengakibatkan bencana,” tukasnya.

Alvin juga mengapresiasi sikap Ketua DPR RI Puan Maharani yang mendorong Pemerintah sigap melakukan tanggap bencana. Dalam hal ini, Puan meminta Pemerintah menggelar operasi tanggap darurat dengan sigap mulai dari evakuasi warga, pencarian dan penyelamatan (SAR), hingga percepatan penyaluran bantuan bagi daerah yang terisolasi.

Kemudian, Puan menekankan bahwa korban tidak boleh dibiarkan menunggu bantuan berhari-hari. Ia meminta seluruh institusi terkait memastikan distribusi logistik, layanan kesehatan, air bersih, dan perlindungan bagi kelompok rentan berjalan tanpa hambatan. Mantan Menko PMK itu juga menyoroti terputusnya jalan nasional dan provinsi di sejumlah titik yang menghambat proses bantuan.

"Pernyataan Ketua DPR Puan Maharani sudah sangat jelas. Pengungsi tidak boleh dibiarkan hidup dalam ketidakpastian berkepanjangan. Dorongan DPR soal percepatan penanganan adalah sinyal kuat bahwa negara wajib menjamin kepastian itu," papar Alvin.

Lebih lanjut, Alvin kembali menyoroti pernyataan Sukamta yang menyinggung soal kerusakan hutan yang menyebabkan bencana banjir bandang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera itu. Bahkan Sukamta meminta Pemerintah untuk segera terjun mengusut dugaan kerusakan hutan akibat ulah korporasi.

Alvin sepakat bahwa bencana ini bukan sekadar fenomena, melainkan pengingat agar pemerintah membenahi persoalan ekologis dan deforestasi yang menguntungkan sebagian kecil pihak, namun merugikan sebagian besar masyarakat beserta makhluk hidup lainnya.

"DPR juga mengangkat isu kerusakan hutan, dan ini penting. Mereka mengingatkan bahwa bencana ini bukan fenomena musiman, melainkan akibat persoalan ekologis yang harus dibenahi," sebut Dosen di salah satu universitas di Jakarta itu.

"Hal ini juga penting ditindaklanjuti secara konsisten di DPR agar tidak sekadar ucapan saja dan bencana serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari," tambah Alvin.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta mendorong Pemerintah untuk segera menetapkan status bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional. Ia meminta agar penetapan status ini tidak ditunda lebih lama lagi.

"Sebagaimana kita saksikan laporan di berbagai media, skala bencana sangat luas dengan kerusakan yang besar. Banyak korban jiwa dan terluka, sementara masih banyak korban yang hilang,” kata Sukamta, Senin (1/12).

Selain itu, masih banyak wilayah yang terisolir dan belum bisa mendapat akses bantuan. Sukamta juga mengingatkan bahkan sebagian pemerintah kabupaten lumpuh tak berdaya untuk melakukan tanggap darurat bencana.

“Melihat situasi ini sudah selayaknya Pemerintah segera menetapkan sebagai bencana skala nasional,” tegasnya.

Sukamta tidak menafikan perhatian Pemerintah yang sudah maskimal dilalukan untuk tanggap bencana dengan pengiriman regu penyelamat dari BNPB dan SAR, pengerahan personel TNI/Polri serta pengiriman bantuan logistik. "Namun penetapan sebagai bencana berskala nasional akan memberikan dampak psikologis yang positif bagi pemerintah daerah dan masyarakat yang terdampak bencana,” tutur Sukamta.

"Jangan sampai masyarakat yang terdampak bencana serta pemda merasa ditinggal oleh pemerintah hanya gara-gara terlambat menetapkan status bencana menjadi skala nasional. Ini penting untuk menambah kekuatan moril yang sedang terdampak bencana,” sambungnya.

Selain untuk mempercepat dan memperluas cakupan proses tanggap bencana, menurut Sukamta, penetapan bencana berskala nasional juga memiliki sisi lain yang penting menjadi perhatian pemerintah.

“Yaitu dugaan bencana saat ini diperparah dampaknya karena kerusakan hutan,” ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS tersebut.

Sukamta menambahkan, Pemerintah harus segera terjun mengusut dugaan kerusakan hutan akibat ulah korporasi.

"Pembiaran korporasi pelaku perusakan hutan akan berpotensi menimbulkan kerentanan terhadap keamanan dan mengganggu ketahanan nasional,” tegasnya.

“Sudah banyak pihak menyuarakan hal ini, karena kerusakan hutan di berbagai lokasi terlihat nyata melalui citra satelit. Saya berharap pemerintah segara bertindak,” lanjut Sukamta.

Sementara itu Anggota Komisi XII DPR RI Ratna Juwita Sari mendesak Pemerintah memberi sanksi berupa pencabutan izin bagi perusahaan pertambangan dan perkebunan yang turut berkontribusi memperparah bencana di Sumatera. Terutama di Sumatera Utara yang telah ada buktinya.

"Saya minta pemerintah mencabut izin semua perusahaan yang terbukti merusak lingkungan di kawasan DAS Batang Toru. Begitu juga perusahaan atau pertambangan lain di berbagai wilayah yang jelas-jelas merusak lingkungan," jelas Ratna, Selasa (2/12).

Ratna mengingatkan Negara tidak boleh lagi bersikap abai terhadap berbagai bencana ekologis yang terus berulang.

“Apa masih kurang warga menjadi korban? Apa masih samar-samar melihat penderitaan warga akibat banjir bandang? Kita semua sudah wajib melakukan tobat ekologis,” pungkasnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement