JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Privatisasi PT Pertamina kembali mencuat. Inilah agenda lama yang kembali mencuat justru di era Presiden Jokowi yang mengklaim akan menghidupkan kembali semangat Trisaktinya Bung Karno. Sebab penjualan saham BUMN migas pernah menjadi permintaan IMF pada tahun 2000-an.
"Rencana privatisasi Pertamina ini sudah sejak adanya letter of intent (LoI) antara International Monetary Fund (IMF) dan pemerintah, pada Januari 2000 silam," ujar Farizal Yusra, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) saat berbicara pada diskusi bertajuk 'Pertamina di Bawah Ancaman Privatisasi dan Hutang Luar Negeri', di Dapur Selera, Tebet, Jakarta, Minggu (7/12/14).
Untuk itu Farizal Yuzra dengan tegas menolak adanya rencana privatisasi PT Pertamina yang menjadi agenda dan dikatakan oleh Dwi Soetjipto dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Menurut dia, privatisasi PT Pertamina tak ubahnya menggadaikan sumber daya migas dan menyerahkan kedaulatan migas kepada pihak asing.
"Kita harus memperjuangkan ini (tetap mempertahankan PT Pertamina menjadi milik bangsa-red) menjadi tata kelola di tangan anak bangsa," kata Fahrizal. Dia mengungkapkan seluruh karyawan BUMN migas bertekad bulat menolak privatisasi ini. Tujuannya untuk mempertahankan PT Pertamina menjadi milik dan dikuasai oleh bangsa Indonesi untuk kesejahteraan masyarakat.
Farizal mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki pengalaman pahit akibat sumber daya migas dikuasai asing. "Pada waktu RI ingin merebut Irian Barat (Papua), semua kendaraan tempur Indonesia, mangkrak di Makassar karena kehabisan bahan bakar. Saat itu Shell (perusahaan migas Belanda-red) menguasai sumber daya migas di Indonesia," ujar Farizal.
Pengalaman pahit yang juga ditandai dengan gugurnya pahlawan Yos Sudarso itulah yang membuat Bung Karno melakukan nasionalisasi perusahaan migas. "Tapi entah mengapa, sekarang ada keinginan kembali memberikan penguasaan asing yang lebih besar terhadap pengelolaan migas," pungkasnya.(ris)