JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pengamat dari IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin meminta DPR tidak terburu-buru
mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) menjadi Undang-undang. Selain masih banyak kelemahan, RUU ini juga dinilai membawa semangat konvensional.
Doni menyarankan RUU Kamtansiber dibahas oleh kabinet dan anggota DPR periode mendatang.
“Idealnya RUU ini dibahas lagi dan jangan buru-buru disahkan karena semangatnya masih konvensional tak kekinian. karena yang akan menjalani nantinya kan untuk masa depan,” kata Doni saat dihubungi, Selasa (30/7/2019).
Doni mengatakan, masih banyak hal yang harus diluruskan dalam draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Dia menyontohkan, tentang definisi Kamtansiber terlalu luas dan tidak jelas, yang nantinya akan membebani industri dan regulator.
“Sanksi resiprokal yang dikenakan kepada lembaga pemerintahan yang melanggar tidak jelas,” katanya.
Selain itu, dalam Pasal 12 ada kewajiban untuk membuat salinan data elektronik, tapi tidak dijelaskan penyimpanannya dimana.
“Bagusnya secara eksplisit di level UU disebutkan kewajiban untuk data diletakkan di wilayah hukum Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, draft UU ini mengamanatkan juga BSSN melakukan fungsi penapisan konten. Hal ini memiliki potensi overlap dengan yang dilakukan Kominfo sekarang.
“Belum jelas positioniong lembaga penyelenggara ketahanan siber dan hubungannya dengan BSSN, terutama misalnya dengan lembaga seperti TNI, yang menjadi garda terdepan pertahanan negara,” katanya.
Doni juga mengatakan bahwa pemerintah dan DPR perlu memperjelas definisi "kejahatan siber" (cyber crime) dan ketahanan siber (cyber resillience).
“Kalau dibaca secara umum masih sangat sedikit pembahasan di RUU yang terkait dengan cyber defense,” kata dia.
Kemudian, Doni juga menyoroti tentang banyaknya pembahasan tentang perizinan.
“Idealnya harusnya bagimana memberdayakan dan memproteksi sumber daya manusia di sektor siber dalam negeri,” katanya.
Hal itu, menurut Doni, draft RUU ini terkesan lebih menempatkan posisi siber dimonopoli pemerintah.
“Ini bertentangan dengan semua teori tentang siber yang egaliter,” katanya.
Awal Juli 2019, DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber sebagai RUU inisiatif DPR.
Hal ini diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-157 Masa Sidang V tahun 2018-2019. Namun pembahasannya menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk mengutus menteri atau pimpinan lembaga untuk membahas bersama DPR.(plt)