JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Analis Politik Universitas Telkom Bandung Dedi Kurnia Syah Putra memandang,gerakan mahasiswa yang sedemikian masuf disejumlah daerah, bisa berujung pada jatuhnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari kekuasaan.
Gerakan mahasiswa di sejumlah daerah mengemuka sejak polemik seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemudian disusul persetujuan hingga pengesahan UU KPK Baru.
"Sementara Pemerintah dan Parlemen abai terhadap benih gerakan yangterjadi di KPK. Dan inilah hasil mobilisasi mahasiswa yang sering dianggap tidak ada selama ini," kata Dedi kepada TeropongSenayan, saat dibubungi,Rabu (25/9/2019).
Puncak gerakan mahasiswa yang terjadi pada tanggal (24/9/2019) kemarin, menurut Dedi, bisa melahirkan dua agenda. Pertama, mahasiswa fokus pada tuntutan pembatalan UU KPK dan penghentian pembahasan RKUHP, lantaran keduanya dianggap tidak sejalan dengan cita-cita reformasi.
"Kedua, ada potensi gerakan ini melebar ke isu mosi tidak percaya, yang berujung tuntutan presiden turun tahta. Potensi kedua ini harus diwaspadaipemerintah, karena bisa saja ada kelompok lain yang menyusupkan agenda terselubung," ucapnya.
Selain itu,Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini menerangkan, bahwa dalam menghadapi gerakan mahasiswa pemerintah harus hati-hati.
"Pemerintah harus bijak, harus mengambil sikap berani mengakui kesalahan dengan gulirkan perppu pembatalan UU KPK, karena dengan bersikeras, gerakan punya potensi membesar, dan tentu isu bisa bergeser, dari soal perundangan, beralih ke tuntutan presiden mundur," pungkasnya. (Alf)