Oleh Alfin pada hari Thursday, 05 Mar 2020 - 06:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

RUU Cipta Kerja Berpotensi Eksploitasi Anak

tscom_news_photo_1583338633.jpg
Ilustrasi pekerja anak (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Salah satu aturan yang merugikan kalangan pekerja dari ketentuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja adalah wewenang pengusaha menentukan target yang harus dicapai oleh pekerja sebagai dasar pengupahan minum.

Aturan ini dinilai dapat berimbas pada anak-anak para pekerja. Sebab, orang tua yang bekerja di suatu perusahaan dapat melibatkan anaknya untuk membantu memenuhi target pekerjaannya. Akhirnya, timbul praktik eksploitasi kerja.

"Bukan karena perusahaan yang mempekerjakan anak itu. Tetapi orang tua anak-anak itu yang terpaksa untuk memenuhi target pekerjaan yang dibuat pengusaha," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam diskusi bertajuk "Desas-Desus Omnibus: Bagaimana Investasi Memenuhi Standar Hak Asasi?" di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).

Usman menjelaskan hal itu berdasarkan hasil penelitian lembaganya pada perusahaan perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan. Dia menuturkan para pekerja kebun sawit di sana kesulitan memenuhi target pekerjaan akibat ketetapan target yang begitu besar dari perusahaan. Sementara, mereka harus melakukan itu demi memenuhi syarat upah yang mereka terima.

Akibatnya, kata Usman, para pekerja terpaksa melibatkan anak-anaknya untuk membantu memenuhi target pekerjaan mereka.

Sementara itu, dalam RUU Cipta Kerja, terdapat penambahan Pasal 77A yang memperbolehkan pengusaha memberlakukan waktu kerja lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu bagi pekerja di sektor tertentu. Ketentuan ini berdasarkan skema periode kerja yang nantinya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Aturan ini juga menurut Amnesty Internasional Indonesia dapat berimbas pada eksploitasi pekerja. Sementara dalam Paragraf 5 Komentar Umum Nomor 23 Tahun 2016 atas Pasal 7 ICESCR menjelaskan hak atas waktu kerja yang dibatasi berlaku untuk semua pekerja. Selain itu Paragraf 35 mengatur bahwa waktu kerja ideal adalah 8 jam per hari.

"Pemberlakuan waktu kerja yang berbeda tersebut tidak konsisten dengan kewajiban negara untuk melindungi hak semua pekerja dari segala sektor maupun kewajiban perusahaan untuk melakukan konsultasi dengan pekerja," kata Usman.

"Skema periode kerja yang akan ditentukan pengusaha pada sektor usaha tertentu sebagai dasar memberlakukan kerja lembur tanpa konsultasi dengan pekerja akan menimbulkan praktik eksploitasi pekerja," imbuhnya.

tag: #omnibus-law  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement