JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Praperadilan seolah menjadi pukulan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, dalam beberapa perkara korupsi, KPK tak berkutik setelah ada keputusan dari pengadilan yang memenangkan para tersangka korupsi dalam gugatannya.
Teranyar, lembaga adhoc antikorupsi itu dikalahkan Hadi Poernomo, tersangka kasus korupsi penyelewengan pajak BCA dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsyi mengaku prihatin dengan fakta tersebut. Hal itu menjadi momentum KPK untuk melakukan introspeksi internal.
"Tiga kali kalah di pengadilan itu menyakitkan, apalagi dikalahkan dalam proses praperadilan. Kondisi ini akhirnya membuat masyarakat meragukan proses hukum yang dilakukan KPK," kata dia saat dihubungi TeropongSenayan, Rabu (28/05/2015).
Lebih lanjut Aboe mengatakan, kondisi hukum saat ini berbanding terbalik dengan proses hukum yang sebelumnya.
"Bila dahulu banyak yang mempertanyakan kenapa proses penetapan tersangka dan pelimpahan berkasnya ke pengadilan begitu lama, demikian pula ada yang sudah lama ditetapkan jadi tersangka namun belum juga diperiksa," terang dia.
Hal ini, kata dia, menjadi pelajaran bagi KPK agar kedepan harus bisa dipastikan bahwa penetapan tersangka sesuai dengan aturan yang ada.
"Saat ini pengadilan mengungkap bahwa ternyata ada penetapan tersangka tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, bahkan ada yang dilakukan tanpa ada bukti permulaan yang cukup," tandasnya.
Apalagi, lanjut dia, Mahkamah Konstitusi sudah menetapkan bahwa penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai obyek pra preadilan sebagaimana putusan Nomor : 21/PUU-XII/2015.
Putusan MK tersebut akan menjadi tantangan untuk KPK untuk mempertahankan argumennya mengenai status tersangka di depan pengadilan. "Karenanya diperlukan quality control yang tinggi untuk memastikan bahwa proses hukum yang dilakukan KPK terhadap seorang tersangka telah memenuhi kaidah aturan hukum yang berlaku," pungkas Aboe.(yn)