JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pasal 27 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Korona dinilai dapat menimbulkan celah korupsi dan manipulasi.
Lebih jauh dari itu, aturan tersebut tidak hanya membuka peluang bagi koruptor. Namun bagi pejabat yang menyalahgunakannya, dianggap tidak dapat dijerat hukum karena pelaksanaan dari kebijakan Presiden Jokowi tersebut bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 27 ayat (1) itu berbunyi:
"Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara."
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi hukum (komisi III) DPR RI, Arsul Sani, menilai tafsir terhadap Pasal 27 Perppu tersebut terlalu berlebihan. Pasalnya, dia menjelaskan, kebijakan dari pejabat negara atas pelaksanaan dari Perppu yang dilakukan dengan cara melanggar hukum atau menyalahgunakan kekuasaan, tetap dapat diproses hukum.
"Yang tidak dapat dituntut secara hukum tersebut adalah pembuatan kebijakannya yang dilandasi iktikad baik, prinsip kehati-hatian atau prudent serta tidak dimaksudkan untuk memperkaya pihak tertentu," kata Arsul saat dikonfirmasi TeropongSenayan, Rabu (1/4/2020).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini menjelaskan,Sanksi yang diterapkan atas pelanggaran tersebut, didasarkan pada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan atau UU lain, termasuk KUHP. Bagaimanapun, kata Arsul, kebijakan pejabat negara yang menyelewengkan uang berdalih kebijakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu tetap dianggapmerugikan keuangan negara.
"Jika pembuatan kebijakannya sudah memenuhi hal-hal tersebut, namun disalahgunakan dalam pelaksanannya, maka tetap dapat dituntut hukum sebagai pidana korupsi terhadap orang yang melaksanakan dengan menyalahgunakan tersebut," ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira berpendapat, justru keadaan di mana pejabat mendasarkan kebijakannya terhadap Perrpu tersebut sangat mungkin terjadimalpraktik. Celah lain adalah stimulus yang dikucurkan tidak tepat sasaran. Keadaan itu, kata dia, tidak bisa dikatakan sebagai kerugian negara, bahkan tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan peraturan perundangan," kata Bima saat dikonfirmasi terpisah.
"Kenapa kebal hukum? apa khawatir akan terjadi skandal sebesar BLBI, dan Bank Century sehingga tidak dapat dituntut secara pidana. Padahal kemungkinan terjadinya fraud cukup besar," ujarnya. (Allan)