JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi Ketenagakerjaan (Komisi IX) DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah melakukan upaya sebagai antisipasi menyelamatkan buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak penyebaran virus korona atau Covid-19.
Saleh menuturkan, seiring dengan terus berkembangnya penyebaran virus di Indonesia, ditambah rencana penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) meniscayakan pembatasan interaksi sosial yang lebih ketat, maka PHK oleh berbagai perusahaan dipastikan tidak terhindari. Dalam keadaan seperti ini juga, maka para buruh yang terkena PHK menggantungkan nasibnya ke pemerintah.
“Para buruh tentu tidak bisa bekerja dan berproduksi seperti biasanya,” ujar Saleh kepada TeropongSenayan, Senin (6/4/2020).
TEROPONG JUGA:
> Ratusan Ribu Pekerja di Jakarta di-PHK Akibat Wabah, Pemerintah Pusat Diminta Ikut Tanggung Jawab
> Gelombang PHK Tak Terhindarkan, Stimulus Ekonomi Belum Punya Efek
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyarankan pemerintah perlu melakukan pertemuan trilateral antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Gunanya, untuk membahas mengenai kebijakan yang perlu diambil agar tidak terjadi PHK. Jika memang sudah dipastikan harus ada PHK, pemerintah harus memberikan alternatif bagi para buruh.
“Orang berhenti kerja, bukan berarti berhenti memenuhi kebutuhan hidup. Persoalan pemenuhan kebutuhan ini yang harus dipikirkan pemerintah,” kata mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Pemerintah, kata Saleh, bisa mengambil alternatif itu dengan memanfaatkan Program Kartu Pra Kerja. Dana dari program unggulan pemerintah ini cukup besar. Awalnya, dianggarkan Rp 10 triliun. Namun, karena wabah korona sedang mengganas, maka anggaran ditambah menjadi Rp 20 triliun.
“Sasarannya adalah para pencari kerja, pekerja yang di PHK, dan mereka yang ingin meningkatkan keahlian kerja. Di dalam Program Kartu Pra Kerja, ada program untuk para pekerja yang di-PHK. Kami berharap agar segmen ini diperbanyak. Meskipun tidak bisa diandalkan dalam jangka waktu lama, untuk sementara waktu tentu ini dinilai sangat menolong,” jelasnya.
Wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu memandang Presiden Jokowi juga tidak bisa menghentikan PHK. Apalagi, kata dia, upaya yang dilakukan hanya sebatas imbauan kepada para pengusaha. Sementara antisipasi agar tak terjadi kerugian tidak diberikan.
“Itu kan hukum alam saja. Kalau perusahaannya untung, atau paling sedikit tidak rugi, ya tidak ada PHK, tetapi kalau perusahannya rugi ada yang terpaksa harus mem-PHK. Tingkat ketahanan perusahaan-perusahaan ini juga berbeda-beda," terangnya.
Legislator dari dapil Sumatera Utara II ini menegaskan, dalam konteks itulah pemerintah harus memberikan solusi. Selain pemberian Kartu Pra Kerja, bantuan-bantuan sosial perlu juga diberikan kepada pekerja dan buruh korban PHK. Pemerintah harus memastikan kalau mereka bisa bertahan di tengah situasi sulit seperti sekarang ini.
"Dalam rapat hari Kamis yang lalu, hal ini sudah dibicarakan dengan menteri tenaga kerja. Kami sudah mengingatkan agar masalah ini betul-betul diperhatikan. Termasuk pekerja migran Indonesia (PMI) yang saat ini bekerja di luar negeri. Banyak di antara mereka yang tidak bisa bekerja karena kebijakan lockdown yang diterapkan di sana,” ujarnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, saat ini ada dua ancaman serius yang dihadapi kaum buruh. Pertama, potensi hilangnya nyawa buruh karena masih diharuskan bekerja dan tidak diliburkan ketika yang lain melakukan physical distancing. Sedangkan yang kedua adalah darurat PHK yang akan mengancam puluhan hingga ratusan ribu buruh.
Menurut Iqbal, ancaman PHK itu disebabkan 4 faktor, antara lain:
1. Ketersediaan bahan baku di industri manufaktur yang mulai menipis.
Khususnya bahan baku yang berasal dari impor, seperti dari negara China, dan negara-negara lain yang juga terpapar Corona. Adapun industri yang akan terpukul adalah labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Karena bahan baku berkurang, maka produksi akan menurun. Ketika produksi menurun, maka berpotensi terjadi pengurangan karyawan dengan melakukan PHK.
2. Melemahnya rupiah terhadap dollar.
Seperti kita ketahui, rupiah sempat melemah hingga di posisi 17 ribu. Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan padat karya maupun padat modal akan terbebani dengan biaya produksi yang tinggi. Terutama perusahaan-perusahaan yang harus membeli bahan baku dari impor.
“Perusahaan membeli bahan baku dengan dollar dan menjual dengan rupiah yang terus melemah. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang menurun tajam, perusahaan akan kesulitan menaikkan harga jual. Ini akan membuat perusahaan rugi yang mengancam kelangsungan pekerjaan,” kata Iqbal kepada TeropongSenayan, kemarin.
TEROPONG JUGA:
> Pemerintah Luncurkan Surat Utang untuk Tanggulangi PHK Akibat Wabah Corona
3. Menurunnya kunjungan wisatawan ke Indonesia.
“Sejak awal, industri pariwisata sudah terpukul. Hotel, restoran, tempat-tempat wisata, bandara, pelabuhan, pengunjungnya sudah menurun drastis akibat corona. Bahkan sudah banyak yang merumahkan pekerja,” ujar Said. Sementara itu, dia melanjutkan, saat ini ada kekhawatiran, dalam waktu dekat akan terjadi PHK besar-besaran di industri pariwisata.
4. Anjloknya harga minyak dan indeks saham gabungan.
Akibat minyak dunia yang anjlok, pendapatan Indonesia dari ekspor minyak mentah juga akan turun. Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia jatuh ke level US$ 30 per barel, jauh dari asumsi harga minyak Indonesia atau ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar US$ 63 per barel.
“Situasi ini menyebabkan APBN tidak terealiasi. Dampak lebih lanjut, karena pendapatan negara bekurang, maka bantuan sosisal akan kurang. Bisa jadi, biaya menanggulangi corona pun akan berkurang. Ketika bantuan sosial dan profit perusahaan berkurang, sementara PHK besar-besaran di depan mata, nasib buruh akan semakin terpuruk," jelasnya
Belum lagi indeks saham gabungan juga terus turun. Perusahaan domestik, misalnya industri makanan, terancam rugi karena nilai sahamnya turun.
"Keempat faktor itulah yang menyebabkan banyaknya terjadi PHK. Sepinya industri pariwisata, misalnya, menyebabkan sektor perhotelan, restoran, perdagangan, hingga jasa penunjang pariwisata terpukul DA mengurangi karyawan," pungkas Said.