JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi XI DPR, Elnino Mohi, memandang pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker)tak cukup dibahas dalam beberapa bulan ke depan. Pasalnya, sebagaimana RUU ini merangkul kepentingan banyak pihak, maka harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan partisipasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Untuk itu menurut dia, pembahasan RUU Ciptaker tidak boleh dilakukan lewat "sistem kebut semalam" yaitu hanya tiga bulan, empat bulan, atau lima bulan. Dia bahkan berpendapat bahwa RUU sapu jagat ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat diselesaikan secara benar.
"Kalau harus lima tahun, mengapa tidak, karena yang penting hasilnya maksimal melalui kajian yang komprehensif, melibatkan partisipasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, dan memenuhi seluruh aspek formal pembentukan undang-undang yang telah diatur UU Nomor 12/2011 dan perubahannya," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (8/4/2020).
TEROPONG JUGA:
>RUU Omnibus Law Cipta Kerja Tak Mendesak Dibahas
> DPR Mulai Bahas Omnibus Law, Irwan: Wabah Corona Jangan Dimanfaatkan
> PAN Minta Penanganan Virus Corona Lebih Utama, Dibandingkan Omnibus Law
Politikus Gerindra ini menjelaskan, RUU Omnibus Law adalah jenis RUU yang bersifat menyederhanakan regulasi dengan cara merevisi dan mencabut banyak UU sekaligus. Menurutnya, dalam RUU Ciptaker memang hanya ada 174 pasal namun secara subtansi RUU itu memuat perubahan, penghapusan, dan pembatalan atas 79 undang-undang yang terkait dengan pembangunan dan investasi.
"RUU Ciptaker mencakup banyak isu penting dan strategis yang perlu dikaji betul misalnya lingkungan hidup, otonomi daerah, ketenagakerjaan, dan penyederhanaan prosedur investasi. Meski tujuannya fokus untuk merampingkan regulasi bagi penciptaan kerja, tapi jangan sampai "short-cut"-nya salah," jelasnya
Ia menilai RUU Ciptaker mensyaratkan sekitar 500 aturan turunan seperti peraturan pemerintah yang justru berpotensi melahirkan regulasi yang sangat banyak. Selain itu, RUU itu harus dikaji secara benar, karena maksud penciptaan iklim investasi yang kondusif, jangan sampai justru mengabaikan perlidungan terhadap tenaga kerja, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
"Dan jangan sampai mengabaikan kepemilikan negara terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup rakyat banyak, serta kepemilikan negara terhadap bumi, dan air dan kekayaan yg terkandung di dalamnya utk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti amanat pasal 33 UUD 1945," katanya.
Legislator dari daerah pemilihan Gorontalo ini menambahkan, memang tidak ada UU yang sempurna namun tugas konstitusional kita adalah memperhatikan semua hal secara menyeluruh dalam hal melakukan penyempurnaan untuk sebesar-besarnya memenangkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat banyak.
"Penyempurnaan aspek investasi jangan malah mengorbankan aspek yang lain. Apalagi RUU tersebut sangat tebal, dan juga kondisi sekarang ini ketika masyarakat bekerja dari rumah sehingga tentu agak menghambat jalannya perdebatan dan diskusi yang baik untuk penyempurnaan RUU," ujarnya.
Elnino menilai jika RUU Ciptaker benar-benar ingin pro-rakyat, pro-negara, dan pro-masa depan bangsa, maka butuh waktu yang lama untuk DPR membahasnya secara akademik dan secara politik.