JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi kesehatan (Komisi IX) DPR RI, Rahmad Handoyo, menyebut PT Kimia Farma yang menjadi importir rapid test merek Biozek perlu mempertanyakan kembali keakuratan alat tersebut ke produsen asal. Hal ini menyusul setelah investigasiInternasional Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dengan majalah Tempo mengungkap ada masalah dalam produksi dan akurasi alat tes tersebut.
Namun demikian, Rahmad mengatakan polemik seputar dari mana manufaktur alat itu berasal bukan menjadi fokus yang perlu dipersoalkan, melainkan tingkat akurasi Biozek itu yang perlu dipertanyakan kembali. Pasalnya, Cina, negara di mana alat itu berasal, mengklaim Biozek punyak keakuratan di atas 90 persen terhadap deteksi virus. Akan tetapi hasil investigasi menemukan hal yang sebaliknya.
"Yang dipersoalkan di sini ialah mengapa dari penelitian itu menunjukkan akurasi reaktif atau tidak reaktif itu tidak signifikan, ini yang menjadi pertanyaan yang harus dipertanyakan kepada Kimia Farma untuk menanyakan langsung nota bertanya kepada produsen yang mereka beli," kata Rahmad saat dihubungi, Senin (11/5).
Politikus PDI Perjuangan ini menyayangkan masalah itu bisa terjadi. Tetapi ia menekankan, jika pun telah terbukti rapid test Biozek bermasalah, maka hal ini tak lebih hanya soal bisnis antara Kimia Farma denganInzek International Trading BV, yakni perusahaan asal Belanda yang mengemas ulang alat tes Biozek setelah sebelumnya diproduksi oleh perusahaan Cina bernamaHangzhou AllTest Biotech Co Ltd.
"Kita sayangkan mengapa ini bisa terjadi, tapi kita berpikir positif dulu lah, begitu ya. Kalau perlu melakukan nota keberatan itu adalah bisnis to bisnis," ujarnya.
TEROPONG JUGA:
>Legislator PKS: Inggris Berani Kembalikan Rapid Test yang Tak Akurat ke Cina, Indonesia?
>Kementerian BUMN Tindaklanjuti Laporan soal Rapid Test Biozek
TeropongSenayan mencoba mengkonfirmasi masalah rapid test merek Biozek ini ke perusahaan Kimia Farma. Namun, Direktur PT Kimia Farma Verdi Budidarmo tak menjawab permintaan konfirmasi yang diajukan melalui aplikasi pesan WhatsApp. Saat ditelepon berulang kali, Verdi juga tak mengangkat.
Meski begitu, Rahmad mengatakan masalah utama bukan soal Biozek itu dibuat oleh Cina atau bukan. Sebab, berdasarkan kontrak bisnis, jika terjadi suatu masalah dalam barang yang dibeli, maka jelas pabrik lah yang bertanggungjawab. Terkait itu pula, masalah ini bisa diselesaikan dengan kesepakatan bisnis, apakah ada ganti rugi atau pembatalan harga.
"Kalau ternyata penelitian lebih lanjut menunjukkan indikasi yang sangat kuat tidak bagus, saya kira itu apakah ada proses kontrak pembelian itu apakah ada diskon atau ada dibatalin harga itu tergantung bisnis to bisnisnya mereka," kata Rahmad.
Saat ini berbagai negara sedang berlomba-lomba mencari alat kesehatan yang akurat untuk menangani pagebluk korona. Atas hal itu, Rahmad menuturkan siapa pun bisa tersandung masalah yang sama. Buktinya, ada beberapa negara yang menolak alat tes kesehatan dari Cina karena dinilai memiliki tingkat akurasi yang tak sesuai standar. "Nah, ini menjadi proses pembelajaran bersama," kata Rahmad.
Lebih jauh Rahmad menerangkan bahwa rapid test memang tidak diandalkan untuk menentukan apakah pasien positif Covid-19 atau tidak. Namun, alat ini hanya digunakan untuk pengujian awal terkait imunitas tubuh seseorang.
"Apakah rapid test ini menunjukkan atau tidak positif terhadap Covid-19 jelas bukan, karena dari sisi ilmu kedokteran yang sudah kita ketahui bersama bahwa tes ini dalam rangka untuk menguji imunitas tubuh kita. Kan tulisannya bukan positif atau negatif, tapi reaktif dan non reaktif," jelas legislator dari dapil Jawa Tengah V ini.
"Kalau tidak ada reaktif berarti tidak ada virus itu saja. Sebenarnya cukup membantu, kalau positif atau reaktif itu kalau kondisinya semakin menurun, bisa jadi itu dicurigai adanya Covid-19," tambahnya lagi menjelaskan.
Untuk itu, Rahmad mengimbuhkan, yang menjadi persoalan utama adalah masalah keakurasian reaktif rapid rest Biozek, bukan kemampuan positif atau tidaknya mendeteksi virus korona. Karena untuk menentukan positif Covid-19 atau tidak pemerintah sendiri telah menggunakan alat tesPolymerase Chain Reaction(PCR).
"Saya kira pertanyakan langkah dari Kimia Farma untuk mempertanyakan, ini kan uang rakyat. Dan uang rakyat itu harus dipertanggungjawabkan ketika terjadi masalah ya tentu perlu berhak dan sewajarnya untuk mempertanyakan kepada produsen. Bagaiman tanggungjawabnya ketika ini sudah terjadi," pungkasnya.