JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Setelah dua bulan lebih dirundung wabah penyakit, masyarakat Indonesia melewati berbagai musibah lain yang menjadi turunannya. Mulai dari kehilangan pekerjaan, sampai kehilangan orang yang dicintai.
Belum lebih sebulan, masyarakat juga dihadapkan pada kesulitan lain, yakni beban biaya kesehatan yang tinggi. Rakyat pun menggugat, memohon secercah keadilan lewat lembaga Mahkamah Agung, dan terkabul.
Namun, hanya 65 hari setelah permohonan itu diputuskan, kabar tidak menyenangkan datang lagi, dan diumumkan menjelang hari raya lebaran. Ternyata biaya kesehatan itu kembali seperti semula. Beban biaya kesehatan siap-siap membuat masyarakat menghadapi kesulitan yang sama. Kado lebaran itu adalah naiknya iuran BPJS Kesehatan.
Menanggapi keputusan pemerintah itu, anggota Komisi kesehatan (komisi IX) DPR, Netty Prasetiyani, menyebut Pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati terhadap suasana batin dan ekonomi masyarakat yang kini dirundung wabah COVID-19. Ia tak mengira Presiden Joko Widodo kembali menaikan iuran atau premi BPJS Kesehatan.
"Kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan," kata Netty Prasetiyani dalam keterangan tertulisnya, kemarin (13/5/2020).
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini ditandai dengan terbitnya Perpres nomor 64 tahun 2020 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Perpres baru yang diteken Presiden Jokowi itu memutuskan bahwa iuran peserta BPJS, yang terdiri dari PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp 150.000; kelas II sebesar Rp 100.000 dan kelas III, iuran yang ditetapkan sebesar Rp 42.000. Angka ini memang lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp. 51.000 kelas III.
Pada akhir Desember lalu, iuran BPJS dinaikkan melalui Perpres Nomor 75 tahun 2019. Namun, per 1 April dibatalkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020.
"Pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini. Padahal rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat, sebut saja kebaikan TDL, harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun," kata Netty.
TEROPONG JUGA:
>Jokowi Naikkan Iuran BPJS Lewat Celah Lain, Anggota DPR Sebut Tak Punya Empati
>Pemerintah Jelaskan Alasan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Politikus Partai Keadilan Sejahtera di menuturkan, kebijakan kenaikan iuran BPJS ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar.
Padahal, di tengah situasi yang serba sulit ini, kata Netty, pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap COVID-1919 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. "Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ujarnya
Ia memandang kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS. Apalagi, jumlah peserta kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas 1 dan 2 ke kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII ini mengimbuhkan, seharusnya pemerintah mematuhi putusan MA yg membatalkan sebagian Perpres 75/2019 secara sungguh-sungguh karena putusan itu bersifat mengikat.
"Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh Institusi yang baik dan taat hukum. Jangan malah sebaliknya," kata Netty.