JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai langkah pemerintah yang menaikkan lagi iuran BPJS sebagai bentuk pembangkangan hukum.
"Kenaikan iuran BPJS termasuk pembangkangan terhadap putusan MA. Memang putusan MA dilaksanakan pemerintah. Perpres lama dicabut, tapi muncul Perpres baru yang substansinya kenaikan," ujar Refly kepada wartawan, Kamis (14/5).
Refly berpandangan, terbitnya Perpres baru tersebut juga sebagai bentuk mengakali putusan MA. Padahal substansi putusan MA bukan soal penerbitan Perpres baru atau tidak, melainkan kenaikan iuran.
"Substansinya yang dipersoalkan, kenaikan. Kembali yang dilakukan Pemerintah terkesan mengakali, caranya memunculkan lagi Perpres yang baru," kata dia.
Refly menyatakan seharusnya pemerintah dalam mengatasi defisit BPJS bukan tidak membebani masyarakat dengan menaikkan iuran. Tetapi dengan membenahi manajemen dan tata kelola BPJS sebagaimana bunyi pertimbangan putusan MA.
Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kembali kenaikan iuran BPJS Kesehatan per Juli 2020, bahkan naik hampir 100 persen untuk Kelas I dan Kelas II.
Sementara khusus Kelas III, kenaikan berlaku secara bertahap, dan pemerintah berjanji akan memberikan subsidi bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Besaran kenaikan juga nyaris sama dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA) sejak akhir Februari.