JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Belakangan ini muncul isu tentang kekhawatiran kembalinya Dwi Fungsi ABRI ketika ada beberapa perwira TNI dan Polri diangkat menjadi direksi ataupun komisaris BUMN. Isu ini menjadi isu lanjutan yang menghantam Menteri BUMN Erick Thohir.
Apalagi setelah salah satu anggota Ombudsman memaparkan data adanya rangkap jabatan TNI/ Polri/ ASN di tubuh BUMN, angin politik yang menerpa Menteri BUMN Erick Thohir makin kencang.
Menurut Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institute (IMI), HM Lukman Edy MSi, salah alamat jika banyaknya rangkap jabatan di tubuh BUMN itu dialamatkan saat kepemimpinan Erick Thohir.
“Itu kan analisis ombudsman terhadap konfigurasi BUMN zaman Bu Rini," katanya di Jakarta, Senin (6/07/2020).
Ia menilai analisa rangkap jabatan pejabat kemeterian dengan Komisaris di BUMN yang disampaikan oleh Ombudsmen, adalah hasil evaluasi terhadap BUMN masa jabatan Rini Suwandi sebagai menteri BUMN waktu lalu.
Di era Erick, kata Lukman Eddy, justru jauh berkurang. Hal ini bagian dari upaya untuk konsisten menjalankan visi effisiensinya.
Terkait dengan beberapa pekerjaan BUMN yang memang berhubungan dengan representasi di Kementerian Lembaga, ia menilai hal yang wajar dan bahkan harus ada perwakilan dari lembaga yang bersangkutan.
Beberapa kementerian dan lembaga yang berhubungan dengan pekerjaan BUMN seperti PUPR, Perhubungan, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Perkebunan, menjadi wajar kalau pemerintah meletakkan beberapa pejabatnya menjadi bagian di BUMN.
“Ini justru sinergitas namanya," tegas pria yang sering dipanggil LE ini.
Sementara itu terhadap kekhawatiran akan kembalinya dwi fungsi ABRI saat ini, menurutnya dirasa berlebihan.
Mengapa? Inti dari dwi fungsi ABRI adalah adanya peran ganda militer antara peran pertahanan negara dan peran politik; sementara semenjak pasca reformasi tidak ada lagi peran militer di dalam politik. Secara ketatanegaraan sudah tidak ada lagi peran politik praktis TNI/ Polri di pemerintahan.
“Baca dong undang-undang pemilu, peraturan tentang Pilkada, gak ada itu hak politik bagi Polri dan tentara. Hak suara aja gak punya itu mereka," tegasnya.
Mengenai kekhawatiran kembalinya Dwi Fungsi ABRI ketika ada beberapa perwira TNI dan Polri diangkat menjadi direksi ataupun komisaris BUMN, hal itu masih dalam koridor sinergi BUMN dengan TNI/ Polri, bukan dwi fungsi.
Di dalam Kepres No 63 tahun 2004 dijelaskan bahwa TNI dapat diperbantukan dalam tugas pengamanan obyek vital nasional yang bersifat strategis.
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri sebagaimana diatur dalam Kepres Nomer 63/2004 ini bisa disimpulkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa dikategorikan sebagai obyek vital nasional.
Tugas Polri dalam mengerahkan kekuatan pengamanan Obyek Vital Nasional adalah berdasarkan kebutuhan dan perkiraan ancaman dan/atau gangguan yang mungkin timbul.
“Lha kalau kebutuhannya cukup dengan menempatkan personel di BUMN, Khan cukup mengutus personel di BUMN tersebut," ujar mantan Ketua Fraksi MPR ini.
Lalu mengapa TNI juga masuk disitu? Pada Kepres ini juga dijelaskan bahwa TNI dapat dilibatkan dalam tugas pengamanan tersebut selama dibutuhkan. Dan pengamanan disini jangan hanya dimaknai sempit, tetapi segala upaya termasuk pencegahan dan penangkalan terhadap ancaman dan gangguan.
“Nah dalam kerangka ini, mestinya langkah Pak Erick dipahami dalam kerangka sinergi BUMN dengan TNI/ Polri; bukan membangkitkan dwi fungsi ABRI. Terlalu jauh itu," pungkasnya.