JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Rencana rapat gabungan Komisi Hukum Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri dan Imigrasi Kementerian Hukum dan Hal Asasi Manusia (Kemenkumham) bahas kasus Djoko Tjandra terganjal kebijakan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Pasalnya, Azis tidak mengizinkan rapat gabungan di gelar di masa reses DPR yang dimulai pada 13 Juli sampai 13 Agustus 2020. Alasannya, berdasarkan peratutan tata tertib DPR maupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3), di masa reses anggota DPR bekerja di luar atau turun ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing, bukan untuk melakukan rapat kerja.
Akibatnya, Azis Syamsuddin yang juga anggota komisi III dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), karena dinilai melanggar kode etik dan diduga memiliki kepentingan dalam kasus Djoko Tjandra.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Supriansa mengatakan kebijakan yang dilakukan oleh teman separtainya itu tak bertentangan dengan UU yang berlaku. Namun, ia tidak mengetahui perkembangan rencana rapat gabungan karena aktivitas reses di dapilnya.
"Saya tidak tahu kebijakan pimpinan karena saya lagi di dapil," kata Supriansa saat dihubungi, Rabu (22/7/2020). Supriansa menambahkan masa reses penting juga bagi anggota DPR untuk berada di tengah-tengah masyarakat guna menyerap aspirasi mereka.
Meski dibatalkan, Supriansa berujar tidak ada kata terlambat untuk menggelar rapat gabungan tersebut. Sebab, waktu sidang yang ditentukan pasca reses tetap memungkinkan dilakukannya rapat membahas kasus Djoko Tjandra.
"Soal rapat gabungan itu tidak ada kata terlambat, insya Allah masuk nanti masa sidang kita bisa lakukan itu," ujarnya.
Untuk diketahui, rapat gabungan ini tercetus akibat adanya laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menyerahkan surat jalan Djoko Tjandra ke DPR.