Oleh Rihad pada hari Rabu, 18 Nov 2020 - 14:06:24 WIB
Bagikan Berita ini :

BPOM Belum Keluarkan Izin, Bagaimana Nasib Rencana Vaksinasi Pada Desember?

tscom_news_photo_1605683184.jpeg
Ilustrasi vaksin (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan pihaknya belum bisa mengeluarkan izin emergency use of authorization (EUA) untuk vaksin. Ia menyatakan harus ada 3 data yang dipenuhi. Yakni data terkait mutu atau kualitas, keamanan, dan efikasi dari uji klinis I, II, dan III. "Data mutu kami dapatkan dari inspeksi ke China dan beberapa data yang sudah diberikan Sinovac. Menunjukkan data baik dan lengkap," kata Penny, Rabu (18/11).

Data terkait keamanan dan efikasi belum bisa didapatkan hingga pekan ketiga Desember 2020. Sebab, Indonesia belum mendapatkannya dari Sinovac dan juga Brasil yang telah menyelesaikan uji klinis III.

"Kami sudah menyampaikan ke bapak Presiden dan bapak Menkes bahwa data tidak bisa didapatkan untuk minggu ketiga Desember 2020, Sehingga tidak bisa diberikan EUA pada Desember minggu kedua dan ketiga," tutur Penny.

"Kami sudah dapat informasi dari Brasil mereka tidak bisa memberikan dan Sinovac juga tidak. Sehingga tidak lengkap. Berdasarkan data yang ada kami tidak mungkin bisa memberikan EUA pada Desember 2020," ungkapnya.

Penny menyebut EUA kemungkinan besar baru diberikan pekan ketiga Januari 2021. Dengan data lengkap dari Sinovac, Brasil, dan data sementara dari uji klinis III di Bandung.

Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan bahwa vaksinasi dimulai Desember 2020. Dengan EUA tak bisa diberikan, apa vaksinasi tetap dimulai akhir tahun ini?

Penny menjelaskan, bisa saja. Ada ketentuan penggunaan secara restricted seperti ketentuan WHO.

Jadi begini, suatu negara bisa memulai vaksinasi dengan hanya menggunakan satu data yakni data mutu atau kualitas. Seperti yang dilakukan China ke kelompok tenaga kesehatan, militer, dan guru. "Namun ada alternatif lain yang diikuti Kemenkes juga untuk bisa melakukan vaksinasi apabila vaksin yang diharapkan datang pada November atau Desember 2020 itu tetap bisa disuntikkan. Dengan aturan tertentu yakni penggunaan vaksin yang sedang dalam tahap pengembangan tapi sudah mempunyai data terkait mutu," tuturnya.

"Kami sudah mengkonfirmasi terkait mutu sudah memenuhi ketentuan. Lalu data terkait keamanan tapi belum terlihat efikasinya, Dalam penggunaan ini bisa diberikan dengan permintaan kementerian dengan fasyankes. Yaitu dengan perluasan akses vaksin uji untuk kepentingan restricted sambil menunggu EUA," katanya. "Ketentuan ini juga ada sejak dari vaksin ebola dan yellow fever di AS, sampai kita menunggu data EUA terkait efikasi," ujarnya.

Keterlibatan Warga

Presiden Joko Widodo berharap sebanyak mungkin masyarakat mau melakukan vaksinasi COVID-19. "Terus kita lakukan, sosialisasi, pemberitahuan, agar nanti yang ikut vaksin itu sebanyak-banyaknya baik nanti yang ikut vaksinasi lewat program vaksinasi maupun vaksinasi mandiri," kata Presiden Jokowi di Puskesmas Tanah Sereal Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11).

Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu saat meninjau simulasi imunisasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tanah Sereal, Bogor bersama dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. "Jadi ada yang tidak membayar, ada yang gratis, ada yang membayar yaitu vaksinasi mandiri, ini dua hal yang berjalan beriringan nantinya," ungkap Presiden.

Namun harga vaksin bagi masyarakat yang melakukan vaksinasi mandiri menurut Presiden akan ditentukan menteri kesehatan.

"Nanti (harga) ditanyakan kepada menteri kesehatan," kata Presiden.

Rencananya vaksin COVID-19 akan diberikan secara gratis kepada petugas yang bekerja di bidang pelayanan publik, dan penerima bantuan BPJS Kesehatan usia 15-59 tahun sedangkan vaksin mandiri nanti akan dikelola melalui BUMN Bio Farma beserta mitra-mitranya yang ditunjuk.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan terus melakukan simulasi secara terbuka agar masyarakat tahu proses penyuntikan vaksin COVID-19. "Karena itu dilakukan simulasi-simulasi secara terbuka supaya masyarakat tahu "Oh disuntik seperti ini, oh diperiksa seperti ini, oh dikontrol seperti ini" lalu apakah ada komorbid atau tidak, semuanya sehingga masyarakat menjadi jelas siapa dan apa yang akan dilakukan selalu terbuka," kata Terawan di lokasi yang sama.

Sebelumnya diberitakan survei yang diselenggarakan oleh Kemenkes, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF mengungkapkan masih ada 7,60 persen masyarakat di Indonesia tidak mau divaksinasi.

Masyarakat yang menyatakan tidak mau divaksin tersebut ternyata memiliki beragam alasan. Pertama, mereka tidak yakin dengan keamanannya (59,03 persen), tidak yakin dengan efektivitas vaksin (43,17 persen), (akut efek samping vaksin (24,20 persen) dan tidak percaya vaksin (26,04 persen).

Dalam survei itu juga ditemukan alasan masyarakat menolak atau tidak mau divaksin karena masalah agama sebesar 15,97 persen dan karena alasan lainnya 31,24 persen artinya pemerintah memerlukan komunikasi dan sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat terutama yang menolak vaksin tersebut.

tag: #vaksin  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement