JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Klan Alex Noerdin bikin heboh. Kali ini, giliran Bupati Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin ditangkap KPK lantaran terbelit suap. Padahal, tepat satu bulan lalu, 16 September 2021, ayah Dodi, Alex Noerdin juga ditangkap Kejagung.
Ayah dan anak tersebut kini harus duduk di kursi pesakitan karena diduga mencuri uang rakyat.
Dodi tertangkap tangan KPK atas dugaan suap pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Tidak tanggung-tanggung, dia diduga menerima komisi senilai Rp 2,5 miliar dari empat proyek garapan Pemkab Muba.
"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka sebagai berikut, DRA Bupati Musi Banyuasin periode 2017-2022," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata seperti dikutip melalui chanel youtube KPK RI, Sabtu (16/10).
Tak cuma Dodi, dua anak buahnya yakni Herman Mayori Kadis PUPR Kabupaten Muba dan Eddi Umari Kabid SDA PPK Dinas PUPR Kabupaten Muba juga ditetapkan tersangka. Satu orang lainnya sebagai pemberi suap Suhandy selaku Direktur PT Selaras Simpati Nusantara juga ditetapkan tersangka.
Baik Alex maupun Dodi, keduanya merupakan politikus Partai Golkar. Dodi mengikuti jejak sang ayah di politik. Pernah menjabat sebagai anggota DPR RI Fraksi Golkar periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebelum akhirnya menduduki posisi bupati Muba. Sementara ayahnya Alex, setelah pimpin Sumsel dua periode, lalu terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.
Tak cuma kiprah di politik, rupanya Dodi juga mengikuti jejak sang ayah dalam hal korupsi. Alex yang lebih dahulu terjerat kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan, yang terjadi di tahun 2010-2019.
Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Alex bersama Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) sekaligus Komisaris PDPDE Muddai Madang (MM) sebagai tersangka, usai jalani pemeriksaan.
"Dengan penyidikan tersebut dikeluarkan penetapan tersangka terhadap MM dan AN," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Kasus Dodi KPK
Dodi yang digelandang di Jakarta kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten wilayah Musi Banyuasin.
Kasus ini berawal dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin untuk tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (Bantuan Gubernur/ Bangub) diantaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
"Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari DRA (Dodi) kepada HM (Herman Mayori), EU (Eddi Umari) dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya di rekayasa sedemikian rupa," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Di antaranya dengan membuat list daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut. Hingga pada akhirnua ditemukan adanya prosentase pemberian fee dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Muba yaitu 10 % untuk Dodi, 3 %-5 % untuk Herman dan 2%-3 % untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Alhasil, Suhandy (SHU) yang ditetapkan sebagai pemberi, berhasil menjadi pemenangan dari 4 paket proyek Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kab. Muba TA 2021, dengan rincian:
1. Rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar.
2. Peningkatan Jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar.
3. Peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar.
4. . Normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar
"Total komitmen fee yang akan diterima oleh DRA dari SUH dari 4 proyek dimaksud sejumlah sekitar Rp 2,6 Miliar," jelasnya.
Atas perbuataanya Dodi bersama Herman dan Eddi dijerat dengan pasal Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Suhandy selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus Alex Noedin di Kejagung
Terjerat kasus yang sama, Alex juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana Korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan, yang terjadi di tahun 2010-2019.
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan keterlibatan Alex dalam perkara ini adalah yang bersangkutan turut terlibat dalam permainan untuk mendapat alokasi gas dari BP Migas untuk PDPDE Sumsel, demi keuntungan pribadi dengan dalih membentuk PT PDPDE Gas.
"Tersangka AN menyetujui dilakukannya kerja sama antara PDPDE Sumatera Selatan dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara," ujar Leonard.
Sementara, untuk peran dari Muddai Madang (MM) yang menjabat sebagai Direktur PT DKLN sekaligus Komisaris Utama PDPDE serta merangkap Dirut PT PDPDE Gas. Mm menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT PDPDE Gas.
"Tersangka MM menerima lembayaran yang tidak sah merupakan fee marketing dari PT PDPDE Gas," ujarnya.
Atas perbuatannya mereka berdua dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Leonard juga menyebut demi melancarkan proses penyelidikan keduanya ditaham selama 20 hari mulai hari ini sampai 5 Oktober 2021. Untuk AN di tahan di rutan kelas 1 cipinang cabang rutan KPK. Sedangkan MM dilakukan penahanan di rutan salemba cabang kejaksaan agung RI.