Oleh Rizal Fadila pada hari Jumat, 26 Mei 2023 - 14:45:46 WIB
Bagikan Berita ini :

Stop Multi Fungsi Polisi

tscom_news_photo_1685087146.png
M Rizal Fadillah (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Program "Polisi masuk RW" diawali sebagai program Polda Metro Jaya dibawah pimpinan Irjen Pol Fadil Imran pada bulan Februari 2023 yang kemudian dicanangkan menjadi kebijakan berskala nasional saat Irjen Pol Fadil Imran menjabat sebagai Kabaharkam Polri. Program ini menimbulkan pro dan kontra.

Di samping positip untuk mendekatkan Polisi pada rakyat juga dikhawatirkan justru Polisi menjadi aparat yang menakut-nakuti rakyat. Sekurangnya mengancam privacy rakyat. Terbayang negara ini akan dipenuhi oleh Polisi atau dengan kata lain Polisi yang ada di mana-mana. Membuat rakyat nyaman atau rakyat terancam ?

Normatif tentu sebagaimana narasi bahwa Polisi melayani masyarakat, membantu Ketua RW menjaga Kamtibmas, mempercepat pengaduan, mencegah kejahatan, menyelesaikan permasalahan bahkan menurut Fadil Imran sampai pada kegiatan menyusuri stunting dan ikut memberdayakan ekonomi masyarakat.

Tidak jelas dasar hukum dan tupoksinya bahwa Polisi itu berada sampai tingkat RW lalu mungkin hingga tingkat RT di kemudian hari. Undang Undang harus memberi aturan yang jelas tentang keberadaannya agar tidak menjadi "off side" atau "superbody". Segala hal bisa dikerjakan dengan alasan ketertiban dan keamanan masyarakat.

Luas sekali ruang kerjanya. Untung tidak sampai turut membantu masalah ibu menyusui bayi atau memisahkan pertengkaran suami istri. Artinya multi fungsi Polisi menjadi tidak bagus sebagaimana dahulu ada dwi fungsi ABRI.

Dahulu ABRI hanya dwifungsi, Polisi justru multi fungsi. Hubungan dengan politik ? Kini sudah banyak lembaga politik diisi oleh pejabat Kepolisian. Bahkan merambah ke dunia bisnis, olahraga dan lainnya.

Polisi RW mungkin kulminasi dari disain sistem politik yang sedang dicanangkan. Secara struktural RT RW Kelurahan Kecamatan Kabupaten/Kota hingga Provinsi berada di bawah ruang kewenangan Kemendagri. Menteri Dalam Negeri adalah Tito Karnavian yang sebelumnya Kapolri.

Tito Karnavian pencetus gagasan "Democratic Policing" yakni Polisi yang merambah ke ruang demokrasi. Bukan bermakna demokratisasi Polisi karena Polisi adalah aparat keamanan bukan lembaga sipil elemen demokrasi. Konsepsi Tito inilah yang ternyata diimplementasikan dalam praktek politik multi fungsi Polisi.

Ketika muncul lembaga atau peran Polisi RW maka publik membaca ini menjadi bagian dari "Democratic Policing" nya Tito Karnavian. Konsepsi ini berbahaya karena dapat mengarah pada apa yang disebut dengan "Police State" yang merupakan perwujudan dari negara otoritarian.

Negara Polisi jelas bukan negara demokrasi dan tentu bukan negara Pancasila. Kita bangsa Indonesia harus mencegah dan meluruskan penyimpangan ketatanegaraan di bawah rezim Jokowi saat ini. Multi fungsi Polisi tidak boleh terjadi sebab hal itu mencederai sistem politik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

Sebaiknya tinjau kembali kebijakan Polisi RW apalagi dibentuk dan diterapkan menjelang Pemilu 2024. Meski tidak diakui berhubungan dengan Pemilu namun rakyat sudah cerdas untuk membaca pola dan gerakan politik yang potensial membuka pintu kecurangan, ketidakadilan dan rekayasa. Polisi RW adalah instrumen untuk itu. Stop bermain-main untuk membohongi rakyat.

Ada pernyataan bahwa Polisi RW akan ditingkatkan kemampuan intelijennya sehingga dapat bekerja optimal. Kemampuan untuk menginteli masyarakat ?

Multi fungsi Polisi tidak boleh terjadi atau ditoleransi. Negara Indonesia harus diselamatkan dari pembusukan politik. Politik berbasis kemanusiaan yang adil dan beradab sudah saatnya untuk dibangun dan dipulihkan kembali.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...