Oleh M Rizal Fadillah pada hari Minggu, 29 Okt 2023 - 17:25:49 WIB
Bagikan Berita ini :

Gibran Batal, Prabowo Gagal, Jokowi Terjungkal

tscom_news_photo_1698575149.jpg
M Rizal Fadillah (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Gonjang ganjing Putusan MK yang berhasil meloloskan Gibran semakin kencang. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memberi sinyal atas pelanggaran kode etik yang berakibat pada pembatalan. Di samping itu Peraturan KPU belum menyesuaikan dengan Putusan MK sehingga pendaftaran Prabowo-Gibran tidak memenuhi syarat.

Serangan pada MK dari publik cukup dahsyat, begitu pula "perpecahan" internal di kalangan hakim MK. Efek dari Putusan kontroversial dengan 3 (tiga) hakim setuju mutlak 2 (dua) hakim berbeda alasan (concurring opinion) dan 4 (empat) hakim menolak (dissenting opinion). Jika MKMK bekerja maksimal maka potensial Putusan batal. Gibran pun ikut batal.

Bagaimana nasib Prabowo? Meski aturan memberi peluang untuk adanya penggantian, namun efek psiko-politis akan dirasakan. Pegangan kuat untuk memeluk Jokowi terlepas. Prabowo akan bimbang dalam negoisasi ulang koalisi. Mengorbankan mitra demi Gibran menggores luka. Prabowo gagal untuk dua hal. Jokowi dan mitra koalisi.

Prabowo akan terus gagal dalam membangun konsistensi. Karena terbiasa berada di ruang ambivalensi. Konstituen pun mulai kabur atau lari dan akan terus berlari menjauhi.

Tinggal Jokowi yang merenung sendiri dalam sepi. Hari-hari kekuasaan semakin tidak pasti. Ketika Gibran batal maka PSI pun tidak akan bersinar. Kaesang, sang putra kedua, hanya berperan dalam permainan komedi putar. Menjadi Ketum abal-abal. Dua putera yang dimusuhi rakyat dan tidak memiliki masa depan itu membuat Jokowi pusing tujuh keliling.

Dipastikan ia akan berjalan dengan badan limbung. Keganasan kekuasaan akan segera memangsanya. Meskipun mahir dan nekad dalam berbohong tetapi sejarah tidak pernah bisa dibohongi. Hari-hari kejayaan akan berakhir. Ketika bingkai bagaikan sempurna dan kuat disanalah kerapuhan dan kelemahan itu berada.

Kasus Putusan MK yang melegitimasi nepotisme menjadi pintu reaksi besar. Tanggal 20 Oktober 2023 mahasiswa telah mengawali aksi. Tentu bukan terakhir kali.

Bila saja 5 hari berturut-turut tanpa jeda mahasiswa berdemonstrasi akan lain hasilnya. Tidak perlu sampai malam karena itu melanggar. Cukup sampai sore, tetapi berulang tiap hari. Dengan gelombang yang semakin membesar. Tempatnya bukan di Patung Kuda tetapi di Gedung DPR-MPR. Menggedor dan mengusik kenikmatan wakil-wakil rakyat.

Rezim keluarga adalah alasan efektif untuk bergerak menuju pemakzulan. Ada mahasiswa, buruh, emak-emak, santri-ulama serta kelompok perlawanan lainnya. Suasana jenuh dan kesal kepada rezim Jokowi sudah terasa di mana-mana. Hancur-hancuran bernegara di bawah kepemimpinannya.

Jokowi sendiri seperti merasa kuat. Tetapi sebenarnya ia sedang menghitung waktu untuk tumbang. Urusan MK dapat membuat dirinya terjungkal. Ditambah persoalan lain yang menjadi hutang. Utang uang, proyek, pelanggaran HAM, Rempang, China, IKN dan lainnya. Daya beli rakyat yang terus melemah dan harga-harga yang melambung menjadi kekuatan besar bagi rakyat untuk berontak dan melawan.

People power mengalir mencari pintu. Dahulu kudeta PKI adalah pintu aksi rakyat untuk menumbangkan Soekarno. Di saat itu Soekarno kuat dan mampu mengendalikan seluruh kekuatan politik termasuk TNI dan PKI.

Kondisi ekonomi menjadi pintu masuk gerakan untuk meruntuhkan Soeharto. Di tangan Soeharto digenggam semua kekuatan partai politik, ormas dan TNI. DPR MPR juga lumpuh. Tapi, semua berubah dengan cepat. Suara kritis yang dimulai Petisi 50 menemukan momentum perubahan pada saat kekuasaan mencapai puncaknya.

Jokowi mengulangi kembali. Padahal sudah ada warning dari Petisi 100 yang mendorong pemulihan kedaulatan rakyat. Jokowi dan oligarki telah menodai dan merenggut paksa kehormatan demokrasi. Tampilan sederhananya menjadi topeng dari perilaku jahat dalam bidang politik, hukum, ekonomi, dan agama. Wajah dari kepalsuan moralitas---the face of the falsity of morality.

Jokowi akan segera terjungkal sebelum Pemilu 2024 berlangsung. Rakyat merasakan bahaya akan keberadaan Jokowi jika ia masih ikut mengendalikan Pemilu 2024. Jokowi yang "sekarat" dapat berbuat semaunya untuk menyelamatkan kekuasaan dari penghukuman rakyat. Ia butuh boneka pelanjut dan pengaman.

Absolut Pemilu 2024 itu harus dilaksanakan tanpa Jokowi. Jokowi yang karena ulahnya mesti sudah terjungkal. Konstitusi mengatur mekaniske penjungkalan. People power adalah sarana yang efektif untuk itu. Anda tidak percaya ? Boleh coba.
"Nothing is impossible. Anything can happen as long as we believe".

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Insan Pers Semakin Meresahkan

Oleh Jacob Ereste
pada hari Rabu, 24 Jul 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tindak kekerasan terhadap wartawan tampaknya semakin brutal dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang mungkin merasa sangat terganggu oleh fungsi kontrol yang dilakukan ...
Opini

Antara Jokowi dan Erdogan, dari Visi Mulia hingga Ambisi Berkuasa

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Jokowi yang pertama kali terpilih sebagai Presiden Indonesia pada 2014 dan kembali terpilih pada 2019, juga datang dengan janji untuk memperbaiki infrastruktur, ...