Berita
Oleh Alfian Risfil pada hari Minggu, 11 Okt 2015 - 20:37:24 WIB
Bagikan Berita ini :

Kemenristek Dikti Jangan Asal Nonaktifkan Kampus Lalu Diam Begitu Saja

52ijazah-palsu.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah III, DKI Jakarta, Prof. Dr. Ir. Raihan, M.Si meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) lebih peka terhadap permasalahan yang dihadapi Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Menurutnya, sebanyak 243 PTS yang oleh pemerintah dianggap bermasalah masih perlu penelusuran dan kehati-hatian dalam menanganinya.

"Beragam masalah yang dihadapi PTS harus mendapatkan pembinaan. Pemerintah harus lebih peka dalam menanganinya. Jangan sampai mengganggu kegiatan akademis," kata Raihan kepada TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (11/10/2015).

Ia mengatakan, pemerintah tak boleh tutup mata dan menjatuhkan sanksi begitu saja kepada PTS bermasalah. Mengingat problem yang dihadapi PTS sangat beragam dan kompleks.

"Harus ada pembinaan dan pengawasan secara kontinyu dan lebih awal. Tentu dalam pembinaan itu pemerintah juga perlu melihat beragam masalah dan kebutuhan PTS masing-masing," katanya.

Kini, lanjut Raihan, jumlah PTS diseluruh Indonesia mencapai hingga 3000 PTS. Sehingga menurutnya, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih besar lagi kepada PTS.

"Jadi, perlu kepekaan pemerintah dalam membina 3000 PTS. Apalagi, wilayah NKRI ini yang begitu luas dengan potensi dan kemampuan SDM beragam," ungkapnya.

Karena itu, jelas Raihan, diperlukan kehati-hatian tingkat tinggi dalam menyikapi problem PTS. "Mestinya, setelah adanya pembinaan baru dilakukan punishment. Jangan serta merta melakukan tindakan yang tidak realistis dengan tidak melihat kondisi nyata terlebih dahulu," tegas Raihan.

Selain itu, Raihan juga mengatakan, pemerintah perlu mensyukuri keberadaan ribuaan PTS. Sebab, dengan jumlah yang begitu besar telah sangat membantu dan meringankan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanah UUD 45.

"Jadi, PTS itu harus dianggap sebagai mitra pemerintah dan PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Bukan sebagai rival," terang Raihan.

Ia menjelaskan, pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak meski secara khusus pemerintah mendapatkan mandat untuk menyelenggarakan pendidikan.

Oleh karena itu, ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam setiap mengambil kebijakan yang pada prinsipnya demi memajukan pendidikan di Indonesia.

Menurutnya, semua problem yang membelit kampus swasta harus dibantu carikan solusi dan pembenahannya.

”Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak. Mustahil pemerintah bisa melaksanakan tugas untuk membangun dunia pendidikan sendirian," kata Raihan.

"Bedanya, PTN itu semua dibiyai oleh negara atau mendapatkan subsidi dari seluruh rakyat, sedangkan PTS dibiayai oleh orang tua mahasiswa dari sebagian kecil masyarakat," ucapnya.

"Bayangkan, jumlah kita (PTS) lebih dari 3000 kampus di seluruh Provinsi, sedangkan PTN hanya sekitar 100 kampus. Artinya, keberadaaan PTS itu sangat membantu pemerintah dalam menyelenggarkan pendidikan tinggi di Indonesia," jelasnya. (iy)

tag: #kemenristek dikti  #243 kampus dinonaktifkan  #kampus abal-abal  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement