JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Gagasan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly menghapus berlakunya Peraturan Pemerintah yang memperketat pemberian remisi kepada narapidana korupsi, diduga keras tidak murni untuk Penegakan HAM. Gagasan tersebut diduga digerakkan oleh dan untuk kepentingan kelompok napi korupsi dari partai politik.
"Bisa saja jaringan mafia Peradilan saat ini sedang menghimpun dana dari Napi Korupsi dengan iming-iming mendapatkan kompensasi/imbalan berupa penghapusan Peraturan Menteri Hukum dan Ham era SBY yang memperketat pemberian remisi kepada napi korupsi," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus melalui BlackBerry Messenger di Jakarta, Minggu (22/03/2015).
Dengan demikian, gagasan Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly untuk menghapus pengetatan pemberian remisi bagi napi korupsi tidak bertujuan untuk menghapus diskriminasi. Akan tetapi sekadar membela kolega satu Partai atau kader-kader partai Politik lainnya yang saat ini banyak menghuni di Rutan Sukamiskin.
"Jika sikap Yasona Laoly hanya sekadar membela teman atau kelompok dengan mengatasnamakan HAM tetapi melukai rasa keadilan publik, maka upaya Presiden Jokowi memberantas korupsi tidak akan berhasil, karena lingkaran setan yang menghambat segala upaya baik tidak henti-hentinya bermetamorfosa," tandas dia.
Ide Yasona Laoly jelas-jelas mengkhianati Presiden Jokowi dan jajarannya di Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, gagasan memberikan remisi terhadap koruptor itu bertentangan dengan akal sehat publik yang tengah frustasi akibat pelemahan terhadap KPK, sejak beberapa bulan terakhir ini.
"Karena itu sebaiknya Presiden segera mencopot Yasona dari kursi Menteri Hukum dan HAM yang secara terbuka tidak mendukung visi Nawacita Jokowi," pungkas dia.