Rencana eksekusi mati gembong narkoba asal Australia, akrab disebut dengan istilah Bali Nine, sampai hari ini masih berupa cerita saja. Setelah Australia berhasil menggertak Jokowi via situs twistle blower besutan Julian Asangge (wikileak), prosesi eksekusi mati jilid dua mendadak hilang dari agenda utama negara dan halaman-halaman media mainstream.
Pemerintah nampaknya mencoba memutasi isu ke ranah-ranah yang remeh seperti pembredelan portal-portal Islami, ancaman ISIS, dan justru akhirnya tanpa sadar malah tergilas oleh isu Kongres PDIP di Bali beberapa waktu lalu. Isu utama berpindah ke materi pidato Megawati. Jokowi dibela, Megawati dan PDIP sontak di-bully karena dianggap telah melecehkan simbol negara, yakni presiden. Anehnya, disisi lain Jokowi sendiri pun tak pernah membela dirinya di saat hampir seluruh elemen sosial politik yang mendukungnya malah berbusa-busa mencaci PDIP dan Megawati.
Ancaman wikileak yang berjanji akan membuka “aib politik” Jokowi di saat Pilpres tempo hari disebut-sebut menjadi sebab utama tarik-ulur eksekusi mati jilid dua. Kegalauan pemerintah, terutama Jokowi dan ring satunya, sudah tak bisa dibantah lagi, meski dalih-dalih recehan selalu ditebar untuk menyampahi ruang publik.
Australia dan wikileak tentu bukan penemu pertama resep bagaimana membuat rezim Jokowi mendadak permisif. Pasca ditentukannya pemenang Pilpres alias setelah Jokowi sukses didudukan di istana, Budi Gunawan adalah penemu dan pengguna pertama resep “gertak-menggertak” ini dengan materi ancaman yang persis sama, yakni “membongkar kecurangan Jokowi dalam Pilpres lalu”. Resep ini cukup manjur untuk melepaskan BG dari sangkaan KPK via putusan hakim Sarpin, meski akhirnya harus dinegosiasikan dengan pembatalan pelantikan beliau sebagai Kapolri. Tapi intinya, BG ternyata benar-benar selamat dari perangkap tikus itu.
Mengingat efektivitas resep ini telah berbuah manis, maka tak heran jika Australia via Wikielieak akhirnya memutuskan untuk menggunakan resep yang sama dengan materi yang juga tak berbeda. Sampai hari ini, resep ini cukup manjur untuk membuat rezim Jokowi linglung dengan tingkat kegalauan yang cukup memalukan muka rakyatnya. Eksekusi mati gembong narkoba Bali Nine akhirnya parkir dalam buku agenda yang entah kapan akan diwujudkan. Pemerintah selalu berdalih “ada upaya hukum dari pihak terpidana” (Peninjauan Kembali/PK). Upaya hukum ini, berdasarkan kabar terakhir, ternyata telah ditolak karena dianggap salah tempat alias bukan berada dalam yuridiksi lembaga hukum, tapi sudah menjadi domain istana (Jokowi) yang secara konstitusional berwenang memberikan grasi.
Yang menjadikan topik ini menarik adalah mengapa pada prosesi eksekusi mati jilid pertama justru berjalan lancar dan mulus? Pemerintah waktu itu terlihat sangat antusias dan jumawa ingin mencabut nyawa para terdakwa dan ingin segera mengabarkan kepada dunia bahwa “inilah Indonesia dengan presiden Jokowinya”. Prosesi dilangsungkan tanpa banyak cerita, para terpidana mati langsung “didor” lalu keesokan harinya muncul berita-berita ambulan yang mengantarkan mayat para terpidana ke rumah keluarganya. Pada eksekusi mati jilid satu juga terdapat warga negara luar seperti Brazilia, Belanda, dan Afrika. Dan kabarnya tidak satupun dari mereka yang melakukan upaya hukum. Sampai saat ini belum ada penjelasan pasti apakah karena mereka tak sempat melakukan upaya hukum akibat aksi cabut nyawa gaya cepat yang diterapkan pemerintah atau karena memang tidak dibukakan pintu untuk itu.
Sampai hari ini, Julian Assangge dan Tony Abbot masih mengantongi skor satu kosong atas rezim Jokowi alias belum ada kepastian kapan eksekusi mati jilid dua akan dibuat nyata. Namun disaat memori publik hampir lupa pada para terpidana Bali Nine, Arab Saudi justru ikut menorehkan skor satu kosong atas Jokowi. Masyarakat mendadak seperti orang-orang yang jatuh dari tempat tidur lalu terbangun dari mimpi setelah tanggal 14 April 2015 lalu Arab Saudi mengeksekusi mati seorang TKI Indonesia karena dituduh telah membunuh majikannya. Nama Zainab bermunculan di media-media sehari kemudian, komentar-komentar empati dan simpati bermunculan, termasuk komentar-komentar yang mempertanyakan “kemanakah Jokowi?”. Namun seperti biasa, untuk mereaksi keprihatinan publik pemerintah menyurati kerajaan Arab Saudi yang “konon” katanya untuk mempertanyakan mengapa kerajaan Saudi tidak menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu.
Saya pun ikut latah dengan menorehkan beberapa kata di dinding sosial media mengenai perkara ini. Tapi salah seorang kawan saya yang sedang menyelesaikan studi doktoralnya di Singapore memberikan komentar yang cukup menarik. Katanya, “mustahil Arab Saudi tidak melayangkan surat pemberitahuan, minimal melalui kedutaan Indonesia di sana. Jadi sekarang masalahnya adalah apakah pihak istana dan jajarannya sudah merasa membaca atau belum surat itu? Jangan-jangan nasibnya sama dengan Perpres yang secara gegabah telah ditandatangani tanpa dibaca dulu itu?”, tulis kawan saya ini dalam komentarnya. Dengan nada seloroh saya pun akhirnya ikut menanggapi . “Boleh jadi surat pemberitahuan itu memang ada, tapi ditulis dalam bahasa Arab. Jadi pertanyaanya apakah lulusan-lulusan Harvard yang bercokol di istana dan terbiasa cas cis cus berbahasa Inggris saban hari paham bahasa Arab?”, jawab saya. Kawan saya terbahak tak karuan dengan simbol-simbol emoticon yang saya tidak mengerti, sayapun terkekeh dengan cara saya.
Tapi akhirnya kesimpulannya sama saja, ya “gitu deh”, meskipun begitu, “ya sudahlah”.(yn)
Penulis adalah Pemerhati Ekonomi Politik
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #jokowi #bali nine #terpidana mati narkoba