JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy alias Rommy menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyebab suara partainya di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 menurun dibanding Pemilu sebelumnya.
Hal ini diucapkan Rommy saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa KPK terkait perkara dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemag) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/9/201).
Mantan Anggota Komisi XI DPR RI ini menuding adanya motif politik dalam penangkapan dirinya. Hal ini lantaran dirinya ditangkap KPK dalam OTT pada 16 Maret 2019 atau sekitar sebulan sebelum Pemilu 2019 digelar.
"Saya bukan penyelenggara negara, penyebutan pekerjaan saya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membenarkan dugaan penangkapan saya dan dugaan motif politik yang dibungkus penegakan hukum. Terlebih penangkapan saya 15 Maret 2019 dilakukan hanya satu bulan sebelum Pemilu 2019," kata Rommy.
Dia mengakui penangkapan dirinya oleh KPK ini menurunkan suara PPP pada gelaran Pemilu 2019. Menurutnya, suara PPP anjlok satu juta suara dibandingkan dari Pemilu 2014 lalu.
"Penurunan lebih dari satu juta suara, Pileg 2014 PPP mengantungi 8,1 juta suara atau 6,53 persen dari suara sah nasional, kini pada Peleg 2019 hanya 6,3 juta atau 4,52 persen suara," kata Rommy.
Akibatnya, kata Rommy PPP hanya mendapat sekitar 19 kursi di DPR. Padahal, pada Pemilu sebelumnya, PPP meraih 39 kursi.
"Perolehan ini menjadikan PPP paling buncit dan nyaris tidak lolos ambang batas parlemen," kata Rommy.
Rommy menyesalkan langkah KPK yang meringkusnya sebulan sebelum terselenggaranya Pemilu 2019. Romy menuding, perkara hukum yang menjeratnya bermuatan politik yang dibungkus dengan penegakan hukum.
"PPP terjerembab di Pileg, anda (KPK) paling bertanggungjawab, anda (KPK) boleh mengatakan ini penegakan hukum, tapi hanya dilakukan sebulan sebelum Pileg maka itu jelas (politis) dibungkus penegakan hukum," kata Rommy.
Diketahui, Jaksa KPK mendakwa Romy menerima uang Rp 325 juta dari Haris Hasanudin agar lolos seleksi dan dilantik sebagai Kepala Kanwil Kemag Jawa Timur. Dalam surat dakwaan, Rommy didakwa menerima suap bersama-sama Menag Lukman Hakim Saifuddin.
Keduanya disebut melakukan intervensi langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris Hasanudin tersebut. Tak hanya dari Haris, dalam perkara jual beli jabatan ini, Rommy juga didakwa Jaksa menerima Rp 91,4 juta dari M Muafaq Wirahadi. Uang tersebut berkaitan proses pengangkatan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.(plt)