JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Rancangan Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law tak lepas dari masalah. Meskipun DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pembahasan RUU kontroversial, bukan berarti masalahnya selesai.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi mengajukan gugatan terhadap Surat Presiden Joko Widodo terkait RUU tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Mereka yang tergabung dalam tim tersebut terdiri dari: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Merah Johansyah Ismail, dan Perkumpulan Konsorsium Pembaruan Agraria.
Dalam jumpa pers yang digelar secara daring itu, Minggu (3/5/2020), salah satu kuasa hukum penggugat, Arif Maulana, mengatakan bahwa gugatan ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat untuk memastikan demokrasi berjalan.
Arif mengungkapkan mengapa kliennya mengajutkan gugatan. Ia menilai pemerintah melakukan pelanggaran prosedur dalam penyusunan RUU Cipta Kerja sebelum diajukan ke DPR.
“Secara prosedur, pemerintah tidak terbuka serta tak melibatkan masyarakat saat menyusun draf RUU Cipta Kerja tersebut, mengabaikan prinsip yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Arif.
Ia melihat ada 27 dari 54 putusan Mahkamah Konstitusi yang ditabrak dalam RUU tersebut.
Selain itu, meki judul RUU tadi RUU Cipta Kerja, pada faktanya tidak banyak melibatkan masyarakat. "Masyarakat yang terdampak RUU ini tidak didengar sama sekali, dilibatkan juga tidak. Pembentukan RUU ini sangat diskriminatif," kata Arif.
Di lain pihak suara pengusaha banyak didengar.