Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Friday, 05 Jun 2020 - 10:59:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Bantu Novel Baswedan, ICW Serahkan Amicus Curiae ke PN Jakut

tscom_news_photo_1591326876.jpg
Novel Baswedan (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerahkan amicus curiae atau sahabat peradilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk persidangan dua terdakwa penyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan, kemarin, 4 Juni 2020.

Amicus Curiae yang lazim diartikan “Sahabat Pengadilan” merupakan perbantuan pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara untuk memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Namun keterlibatan mereka dalam sebuah kasus hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan.

Dalam kasus Novel Baswedan ini, yang bertindak sebagai Amicus Curiae adalah ICW sendiri.

"Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerahkan amicus curiae (sahabat peradilan) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk persidangan dua terdakwa penyerangan terhadap Novel Baswedan, Kamis (4/6/2020) hari ini," tulis peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan pers kepada wartawan, kemarin.

Pria alumni Universitas Sumatera Utara ini menuturkan ada tujuh poin yang menjadi fokus dalam amicus curiae yang telah diserahkan lembaganya tersebut.

1. Dakwaan Jaksa Menafikan Perbuatan Terdakwa

Dalam perkara ini, yang menjadi terdakwa ialah dua polisi berpangkat brimob. Keduanya ialah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Jaksa mendakwa kedua polisi itu dengan Pasal 355 KUHP dan Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan. Namun ICW menilai hal itu bertolak belakang dengan kesimpulan penyelidikan yang sebelumnya dilakukan oleh Tim Gabungan bentukan Polri.

Sebab, tim itu menegaskan ada keterkaitan antara serangan terhadap Novel dengan perkara-perkara yang sedang ia tangani selaku penyidik KPK.

ICW menilai, dakwaan seperti itu akan membuat perkara ini berpotensi digiring hanya pada ranah pribadi Novel tanpa mengaitkan rekam jejak perkara yang sedang atau pernah Novel tangani.

"Posisi Novel sebagai Penyidik KPK penting untuk dikaitkan dalam tindak kejahatan ini. Sebab dalih dari terdakwa yang menyebutkan memiliki persoalan pribadi dengan Novel sudah terbantahkan ketika Penyidik KPK itu mengaku tidak pernah berinteraksi dengan mereka. Maka dari itu dakwaan Pasal yang disusun oleh Jaksa semestinya mengarah pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice," jelas Kurnia.

2. Potensi Permasalahan dalam Penyelidikan dan Penyidikan

ICW menilai penanganan yang dilakukan oleh Kepolisian terkait kasus ini sarat persoalan. ICW mengutip enam poin permasalahan yang sebelumnya diungkapkan Komnas HAM.

a. Observasi yang dilakukan oleh Tim Polda Metro Jaya dinilai tidak cukup memetakan saksi kunci dan barang bukti penting. Terindikasi dengan tidak diwawancarai beberapa saksi kunci secara mendalam, tidak diambilnya beberapa rekaman CCTV serta telepon genggam penting. Bahkan ada saksi kunci yang sudah diperiksa di Polres Kelapa Gading, tidak tercatat oleh Tim Polda;

b. Tim Polda belum pernah memeriksa Kapolda Metro Jaya saat itu (Mochamad Iriawan) yang diduga mengetahui akan adanya serangan kepada Novel Baswedan sebelum 11 April 2017 sehingga dapat dikategorikan sebagai saksi kunci;

c. Tim penyidik dinilai tidak mendalami alasan dan latar belakang yang mendalam tentang keberadaan orang-orang asing di sekitar kediaman Novel Baswedan sebelum dan menjelang peristiwa penyiraman air keras;

d. Terbatas/minimnya pemeriksaan dan tidak adanya penyitaan atas telepon genggam milik "orang-orang asing" yang ada di sekitar lokasi kejadian pada hari-hari sebelum dan saat kejadian, segera setelah mereka mulai diperiksa;

e. Tim Polda dalam proses penyidikan telah mendapatkan Complete Data Record dari BTS terdekat. Namun tidak berhasil mengungkap nomor-nomor telepon dan materi komunikasi yang patut dicurigai;

f. Tim Polda telah mengumpulkan sebagian besar rekaman video dari beberapa CCTV di sekitar tempat kejadian perkara. Namun tidak meminta bantuan ahli Puslabfor untuk menelaah seluruh rekaman video tersebut, kecuali rekaman CCTV di rumah Novel Baswedan;

"Temuan-temuan ini harusnya dapat dijadikan konstruksi awal dari majelis hakim ketika bersidang. Agar, fakta-fakta hukum terkait kasus ini dalam pra persidangan dapat diulas lebih jauh dan digali kebenaran secara materiil. Dengan melandaskan pada temuan Komnas HAM sudah barang tentu publik tidak sepenuhnya percaya dengan hasil kinerja dari kepolisian," kata Kurnia.

3. Dakwaan Kaburkan Fakta Serangan dapat Mengancam Nyawa Korban

Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa mengarah pada penganiayaan. Menurut ICW, tindakan tersebut semestinya tidak bisa hanya dipandang sekadar penganiyaan. Sebab banyak kasus terjadi di Indonesia yang terkait dengan penyiraman air keras menimbulkan akibat serius, yaitu meninggal dunia.

"Seharusnya Kejaksaan juga mendakwa para terdakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Kuat dugaan dalam dakwaan tersebut Jaksa hanya ingin mengaburkan fakta bahwa siraman air keras berpotensi untuk menghilangkan nyawa orang lain, termasuk dalam hal ini korban, yaitu Novel Baswedan," ujarnya.

4. Sketsa Polri yang Berbeda

Kepolisian setidaknya telah dua kali memperlihatkan sketsa terduga pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Diawali oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada tanggal 31 Juli 2017 di Istana Negara, lalu dilanjutkan dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis pada tanggal 24 November 2017.

Namun, ICW menilai dua sketsa yang dirilis resmi oleh Polri itu tidak memiliki kemiripan dengan wajah dua terdakwa.

"Tentu ini akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat, apakah memang dua orang oknum Polri ini yang menjadi pelaku sebenarnya? Lalu bagaimana metode pembuatan sketsa yang dilakukan oleh Polri? Siapa saksi yang diambil keterangannya?" ucapnya.

5. Tidak Pertimbangkan Bukti Penting

Menurut ICW, setidaknya ada tiga barang bukti yang tidak dihadirkan secara utuh dalam proses pembuktian di persidangan. Mulai dari botol yang digunakan untuk membawa air keras, baju gamis yang dipakai Novel Baswedan saat penyerangan, serta rekaman CCTV di sekitar rumah Novel Baswedan.

"Padahal tiga barang bukti itu mempunyai nilai penting untuk sampai pada aktor penyiram air keras sebenarnya. Dalam konteks ini diduga kuat ada upaya sistematis dari pihak tertentu untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya," ungkap Kurnia.

6. Motif Penyerangan yang Aneh

Ketika kepolisian meringkus dua terduga pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan, salah seorang tersangka sempat mengatakan bahwa serangan ini didasarkan atas dendam pribadi.

Menurut ICW, pernyataan tersebut tidak bisa sepenuhnya dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sebab pada tanggal 6 Januari 2020, Novel sudah mengatakan bahwa ia tidak pernah berkomunikasi atau interaksi lainnya baik dalam berkaitan hubungan pribadi maupun dinas.

"Tentu jawaban dari korban ini sekaligus membantah pernyataan dari terduga pelaku penyiraman yang mendasari tindakannya semata karena dendam pribadi," katanya.

7. Dugaan Konflik Kepentingan

ICW menyoroti kuasa hukum kedua terdakwa berasal dari institusi Polri. Sementara kedua terdakwa juga berstatus anggota polisi.

"Tentu ini menimbulkan tanda tanya besar dari masyarakat. Diduga kuat pendampingan yang dilakukan oleh Polri kental dnegan nuansa konflik kepentingan," ujarnya.

ICW memandang institusi Kepolisian sebenarnya tidak diwajibkan untuk memberikan pendampingan hukum terhadap anggota Polri yang sedang menghadapi proses hukum sepanjang yang bersangkutan tidak sedang dalam menjalankan tugas. Kurnia menyebut hal itu sebagaimana Pasal 13 ayat (2) PP Nomor 3 Tahun 2003.

"Jika bantuan ini dipandang sebagai sebuah kewajiban, tentu publik akan bertanya: apakah penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan merupakan bagian dari tugas Kepolisian sehingga dua terdakwa mesti diberikan pendampingan hukum oleh Polri?" imbuh Kurnia.

ICW juga merujuk Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan pribadi setiap anggota Polri dapat mengajukan permohonan permintaan bantuan hukum kepada instansi Polri.

"Jika aturan ini yang dijadikan landasan untuk memberikan pendampingan hukum, maka akan timbul pertanyaan lagi: apa argumentasi logis dari Polri ketika mengabulkan permohonan pemberian bantuan hukum terhadap dua terdakwa penyiram air keras ke wajah Novel Baswedan?" tandas Kurnia.

tag: #novel-baswedan  #kasus-novel  #icw  #polri  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement