JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institute H.M Lukman Edy mengatakan bahwa kebijakan pemerintah menginisiasi adanya Omnibus Law sebagaimana yang dijadikan program unggulan oleh Presiden Jokowi di periode ini sebagai langkah yang sangat tepat, bahkan diharapkan akan menjadi salah satu solusi dalam percepatan pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid 19 berakhir.
"Kita mesti mengapresiasi gagasan dan inisiatif Presiden Jokowi melakukan Omnibus Law untuk melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja serta mendukung sepenuhnya untuk melakukan langkah-langkah menciptakan ekosistem yang mendukung berkembangnya iklim investasi yang kondusif," katanya.
Lukman menyampaikan hal tersebut saat menjadi Pembicara dalam Diskusi Daring Tentang "Masa depan Ekonomi Pasca Pandemi", di Jakarta, Senin (5/10/2020)).
Menurut Lukman, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak bulan Maret lalu menjadi pengetahuan bersama tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, namun juga berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, pada saat nanti pandemi ini selesai, untuk memulihkan dan membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi nasional mau tidak mau harus segera didongkrak dengan strategi menarik investasi yang signifikan serta upaya perlindungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Pandemi telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga menurunkan kemampuan konsumsi. Oleh karena itu, perlu stimulasi dari pengeluaran pemerintah,perlindungan ekonomi masyarakat dan percepatan peningkatan investasi," terangnya.
Meskipun Omnibus Law memang sudah diprogramkan oleh pemerintah sejak awal, sebelum adanya pandemi Covid 19 yang telah menyerang bangsa-bangsa di dunia, mantan Menteri di era SBY yang akrab disapa LE itu menuturkan bahwa seolah menemukan momentum yang tepat.
"Pada saat yang sama produk Omnibus Law menjadi salah satu strategi yang bisa diandalkan dalam rangka mitigasi risiko dari krisis ekonomi yang ditimbulkan pada masa pandemi," terang LE.
Tumpang tindih regulasi baik sektoral maupun operasional yang selama ini menjadi penghambat masuknya investasi diharapkan dapat diminimalisir guna memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan sesuai harapan.
"Formula dalam Omnibus Law dilakukan untuk menyederhanakan, memangkas, serta menyelaraskan berbagai regulasi yang tumpang tindih atau pun bertentangan dalam rumpun bidang yang sama," lanjut LE.
LE pun mengilustrasikan tentang banyaknya investor yang enggan untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan di Indonesia dengan alasan berbelitnya birokrasi serta administrasi yang rumit.
"Banyak pengalaman yang saya ketahui, ada investor yang mau menanamkan modalnya menjadi urung karena tidak mendapatkan jaminan kepastian di Indonesia. Trus lari kemana investasinya? Ya ke negara lain seperti Malaysia, dan Thailand atau bahkan ke Vietnam," imbuh LE.
Selain dalam konteks menarik investasi, menurut LE Salah satu lapangan kerja yang perlu memperoleh perhatian serius guna memberdayakan masyarakat adalah usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK).
Sesuai dengan data yang dikemukakan pemerintah, kontribusi UMKM terhadap pendapatan domestik brutto (PDB) mencapai 60,34% dan menyerap 97,02% total dari angkatan kerja. Sedangkan, kontribusi koperasi terhadap PDB mencapai 5,1%.
"Sumbangsih UMKM dan koperasi yang sangat besar tersebut harus didukung dengan regulasi yang mempermudah dan mendorong pertumbuhan hingga benar-benar menjadi penggerak perekonomian," pungkas LE.