Oleh Freddy Numberi Laksam Madya TNI (purn) pada hari Jumat, 20 Sep 2024 - 15:11:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Dampak Aliansi Militer SCO Bagi Negara-Negara ASEAN

tscom_news_photo_1726819881.jpg
Ambassador Freddy Numberi Laksamana Madya TNI (purn) (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Aliansi Militer Shangai Cooperation Organization (SCO) baru-baru ini melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), yang dihadiri oleh seluruh Kepala Negara anggota SCO pada tanggal 4 Juli 2024 di Astana, Kazhakstan. Sejumlah undangan turut hadir, diantaranya adalah Sekjen PBB Antonio Guteres. (sumber: Indonesian CRI Online, 2024).

Deklarasi Astana memuat sejumlah poin penting, diantaranya, bahwa negara-negara aliansi Pakta Pertahanan SCO perlu meningkatkan perannya dalam menciptakan perdamaian, keamanan, stabilitas universal yang kuat, membangun tatanan ekonomi dan politik baru yang adil serta demokratis.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan negara anggota SCO telah melaksanakan pertemuan pada tanggal 26 April 2024 dan menyatakan bahwa perlu menjalin koordinasi yang baik serta interaksi militer dalam rangka menjaga stabilitas dan perdamaian regional kawasan Eurasia sesuai dengan prinsip UN Charter.

Pembahasan

Pakta Pertahanan negara-negara anggota SCO, adalah aliansi militer di mana negara-negara anggotanya menandatangani dan berjanji untuk saling mendukung secara militer dan membela satu sama lainnya. Umumnya, para negara anggota menunjukkan ancaman secara konkret dan mempersiapkan untuk meresponsnya bersama-sama.

(sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Defense_pact). Jadi jelas sekali, bahwa Pakta Pertahanan SCO adalah aliansi militer, bukan koalisi, kemitraan strategis dan komunitas keamanan. (sumber: Yanyan Mochamad Yani dan Ian Montratama, 2017: hal.18).

Negara-negara anggota aliansi militer SCO adalah Rusia, China, India, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Uzbekistan, Pakistan, Belarus, Afghanistan, Iran, Mongolia, Armenia dan Azerbaijan. SCO juga mengadakan kerja sama dengan ASEAN, selain itu menjadikan ASEAN sebagai tamu kehormatan resmi SCO.

Perwakilan khusus Presiden Federasi Rusia pada SCO mengunjungi Sekretariat ASEAN pada Oktober 2002. Pada bulan Juli 2004, Sekretaris Jendral ASEAN, Ong Ken yang bertemu dengan Sekretaris Jenderal SCO, saat itu, Zhang Deguang di Beijing dan bertukar pandangan tentang pembangunan di negara masing-masing.

Pada bulan April 2005, Sekretariat ASEAN dan SCO mendatangi Memorandum of Understanding (MoU) untuk melakukan kerja sama dalam membasmi kejahatan Transnasional, antara lain: (a) kontra-terorisme; (b) obat-obatan dan pengendalian narkotika; (c) penyeludupan senjata; (d) pencucian uang; dan (e) perdagangan orang.(sumber:https://asean.org/wp-content/uploads/2012/05/DONEOverview-ofASEAN-SCO-asofoct17-tnpdf,diakses, 13 September 2024).

ASEAN didirikan di Bangkok pada 18 Agustus 1967, oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.

Prinsip-prinsip utama ASEAN:

Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, danidentitas nasional seluruh negara anggota ASEAN;
Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkanperdamaian, keamanan, dan kemakmuran di kawasan ASEAN;

Menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalambentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional;

Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai, tidak mencampuriurusan dalam negeri negara anggota ASEAN, dan menghormati kebebasan mendasar, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, serta pemajuan keadilan sosial.

Di dalam ASEAN, masih terdapat sejumlah masalah yang tidak pernah diselesaikan, yang umumnya disebabkan oleh sengketa perbatasan. Hal ini tentunya menghambat kohesi ASEAN semakin sulit terbangun. Akibat rendahnya kohesi dan sentralitas ASEAN, masalah keamanan di Asia Tenggara sangat rentan atas penetrasi China dan Amerika Serikat (AS).

Di Asia Tenggara ada 3 (tiga) kutub kekuatan yang sangat berpengaruh, yaitu: China, Amerika Serikat (AS) dan ASEAN. Jika dikelompokkan, maka terdapat 3 blok di ASEAN dengan karakter yang berbeda, yaitu:

Blok pro-China, yaitu Laos, Kamboja dan Myanmar. Ketiga negara ini terikatdengan Kemitraan Strategis dengan China sampai saat ini;

Blok pro-AS, yaitu Filipina, Thailand, Singapura dan Malaysia. Filipina danMalaysia terikat dengan AS dalam aliansi pertahanan sejak tahun 2003, hingga kini belum dibatalkan;
Blok netral, yaitu Indonesia dan Timor Leste. Walaupun sebenarnya Indonesiaadalah mitra strategis China dan juga AS. Namun dari segi politik dan keamanan, Indonesia lebih condong kepada AS dari pada China.

Sebaliknya dalam bidang kerja sama ekonomi yang lebih komprehensif Indonesia lebih condong kepada AS dibandingkan kerja sama ekonominya dengan AS. Sementara Timor Leste secara historis dan geografis sangat bergantung pada kerja sama dengan Australia dan Sengketa yang didominasi oleh perbatasan antar sesama negara anggota ASEAN ditambah lagi penetrasi oleh China dan AS belum bisa ditemukan penyelesaian atau solusi dalam hal tersebut membawa dilema tersendiri bagi Indonesia.
Penutup

Dengan adanya kerja sama baru dalam bidang pertahanan antara Indonesia dan Australia, maka banyak pengamat mengatakan bahwa Indonesia telah melanggar kebijakan luar negerinya yang bebas aktif. Perjanjian kerja sama pertahanan (Defence Coorporation Agreement/DCA) yang ditandatangani di Akmil, Magelang pada tanggal 29 Agustus 2024 antara Menteri Pertahanan R.I. Prabowo Subianto dan Deputy Prime Minister and Minister of Defence Australia, The Hon.

Richard Mandes ini telah mencederai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Menurut Yanyan Mochamad Yani dan Ian Montratama dalam bukunya Quo Vadis Politik Luar Negeri Indonesia, (Jakarta, 2016), menjelaskan bahwa Pakta Pertahanan dalam bentuk aliansi, koalisi, kemitraan, strategis, maupun komunitas keamanan telah menodai Indonesia sebagai negara Non Blok.

Hal itu dibuktikan dengan disepakatinya kemitraan strategis menyangkut masalah pertahanan dan keamanan di masa yang lalu dengan: Australia (2005), China (2005), Jepang (2006), Korea Selatan (2006), Amerika Serikat (2010) dan Jerman (2011).

Keseluruhan kemitraan khusus tersebut di atas adalah bentuk tidak konsisten Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya yang bebas aktif. Kerja sama Pertahanan antara Indonesia dan Australia itu termasuk external balancing, kekuatan Indonesia dibangun dengan kekuatan Australia melalui Kerja Sama Pertahanan yang ditandatangani pada 29 Agustus 2024. Bagi Indonesia dengan adanya politik luar negeri yang bebas aktif, segala bentuk external balancing ditabukan. Apakah itu berbentuk aliansi, koalisi, kemitraan strategis dan komunikasi keamanan.

Stephen Walt dalam bukunya ‘The Origin of Alliance’ (London, 1987: hal. 12), menjelaskan bahwa banyak negara di dunia kecenderungan melakukan external balancing, yaitu bekerja sama dalam aspek pertahanan dengan negara lain yang memiliki persepsi ancaman yang sama bagi mereka.

Itulah aliansi militer Pakta Pertahanan negara-negara yang tergabung dalam Shanghai Cooperation Organisation (SCO) dimotori oleh Rusia dan China. Aliansi Militer SCO, merupakan jaminan keamanan untuk melestarikan teritorial China di Laut China Selatan (LCS). Demikian Rusia dalam konflik dengan Ukraina, SCO merupakan jaminan bagi Rusia untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dalam jangka panjang. Jakarta, 18 September 2024.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Tugas Berat Prabowo Membereskan Politik Ala Preman

Oleh Budiana Irmawan
pada hari Jumat, 20 Sep 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Penulis teringat sepuluh tahun lalu berdiskusi dengan legenda aktivis pergerakan A Rahman Tolleng. Ia mengatakan, “kalau orang bodoh berkuasa berpotensi besar ...
Opini

Penguasa Si 'Hidung Panjang' Harus Dilawan

SEMBILAN tahun bangsa kita terpukau dan tersihir oleh populisme seorang penguasa. Penguasa itu mendapat  beberapa sebutan yang bernada ejekan. Misalnya, “raja jawa”, ...