JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kementerian Keuangan menyatakan, penempatan dana haji pada Surat Berharga Sukuk Negara (SBSN) sudah dilakukan sejak 2009. Tepatnya pada jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan hal itu, sebagai tanggapan atas pernyataan Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng. Sebelumnya, Salamuddin menyebutkan, dana haji dipinjam oleh pemerintah Joko Widodo untuk membangun infrastruktur.
Ia pun menuturkan, pada 2014, pemerintah menggunakan dana sukuk haji Rp 1,5 triliun untuk membangun kereta ganda di Cirebon-Kroya, Manggarai-Jatinegara, dan Asrama Haji di berbagai daerah. Lalu pada 2015, dikatakan, pemerintah menggunakan dana sukuk haji senilai Rp 7,1 triliun untuk membangun jalan serta jembatan juga infrastruktur pendidikan tinggi agama.
Merespons lebih lanjut terkait itu, Nufransa menjelaskan, nilai penempatan dana haji pada SBSN di zaman SBY mencapai Rp 54,66 triliun.
"Jumlahnya sangat besar bila dibandingkan penempatan dana haji sebesar Rp 7,5 triliun di pemerintahan Jokowi. Jadi tidak tepat bila dikatakan, penempatan dana haji ini untuk membiayai ambisi Presiden Jokowi untuk bangun infrastruktur," tegasnya melalui keterangan resmi, Kamis, (30/11/2017).
Dirinya pun menerangkan, semua lembaga pengelola dana membutuhkan instrumen investasi untuk mendapatkan return atau imbal hasil yang dinilai menguntungkan untuk memutar modalnya. Di sini, SBSN merupakan salah satu instrumen investasi yang tersedia, sehingga banyak lembaga pengelola dana berinvestasi pada SBSN.
"Hal sama juga dilakukan oleh pengelola dana haji yang menginvestasikan sebagian dananya pada SBSN. Dengan tujuan mendapatkan imbal hasil menguntungkan," jelas Nufransa.
Selanjutnya, kata dia, saat pengelola dana haji melakukan investasi pada SBSN, maka pemerintah akan mengembalikan dana pokoknya pada saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil sesuai market rate, sama dengan investor lainnya. Jadi penempatan dana haji pada SBSN bukan karena pemerintah ingin memanfaatkan dana tersebut.
Sejak 2009, Nufransa menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan SBSN seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) bagi penempatan dana haji, dengan outstanding per 28 November 2017 sebesar Rp 36,697 triliun. Sampai sekarang, penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk general financing (pembiayaan APBN secara umum) dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek secara spesifik (earmarked).
"Jadi apa yang diungkapkan oleh Salamudin Daeng adalah salah besar. Pemerintah selalu menerapkan prinsip transparansi, bertanggungjawab dan berlaku profesional dalam mengelola keuangan negara," kata Nufransa.
Ia menambahkan, uang rakyat tidak boleh dicederai oleh kepentingan sesaat. Terutama yang bersifat untuk keuntungan pribadi maupun golongan tertentu.
"Inilah cara pemerintah dalam mencintai dan merawat republik ini, yakni menjaganya agar tidak pernah ingkar janji pada rakyat," tambah Nufransa. (rep/icl)