JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dua komisaris mempermasalahkan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Mereka menganggap janggal karena perolehan laba bersih Garuda berasal dari piutang yang dimasukkan ke pos pendapatan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menilai, bahwa hal itu sah-sah saja dilakukan. Jadi piutang itu berasal dari kontrak kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi untuk pemasangan layanan konektivitas (on board WiFi) dan hiburan pesawat. Nilai kontrak yang ditandatangani Desember 2018 itu mencapai US$ 239,94 juta.
Rini menjelaskam, bahwa yang dibukukan di laporan keuangan adalah nilai kontrak yang sudah jadi komitmen kedua belah pihak.
"Lah kan nggak apa-apa, sama saja kan seperti begini, kita kan bikin kontrak ini, orang ini yang punya Wi-Fi ini kan internasional. Jadi apa sih yang dibukukan, yang dibukukan itu kita punya kontrak," kata Rini ditemui di Purwakarta, Jumat (26/4/2019).
Dia menegaskan, pendapatan piutang itu tidak dimasukkan ke dalam pendapatan operasional.
"Kan dikatakan betul-betul dan jelas dikatakan bahwa ini pendapatan lain-lain, jelas, bukan pendapatan operasional dari Garuda," lanjutnya.
Dia menambahkan, setelah pendapatan dari kontrak tersebut dimasukkan ke dalam laporan keuangan 2018 maka itu tidak akan dicatat lagi di laporan keuangan 2019 walaupun kontrak berjangka selama beberapa tahun.
Nantinya saat arus kas masuk dari kontrak yang dibayarkan ke Garuda tidak akan dicatat lagi ke laporan keuangan tahun-tahun berikutnya.
"Berarti kalau kita taruh di tahun 2018 kita nggak register lagi 2019 lho. Jadi (misalnya) yang 3 tahun ini sudah kita register di depan. Yang akan ada di 2019 adalah arus kasnya, nilainya," tambah Rini. (Alf)