JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ombudsman Republik Indonesia menilai ganti rugi yang akan diberikan PLN kepada konsumen pascainsiden pemadaman listrik, Minggu (4/8/2019) terlalu kecil.
"Bahwa besaran kompensasi jauh terlalu kecil, tidak sepadan dengan kerugian yang diderita pelanggan PLN," ujar anggota Ombudsman Alvin Lie saat melakukan konferensi pers dengan pejabat PLN, Sekjen ESDM, YLKI, dan Ketua Komunitas Konsumen, di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019).
Sedianya, peraturan ganti rugi diatur pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) RI Nomor 27 Tahun 2017 yang mengatur tentang tingkat mutu pelayanan dan biaya yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik oleh PLN.
Hanya saja, Permen tersebut direvisi oleh Kementerian ESDM dengan mengubah sistem pemberian kompensasi untuk masyarakat yang menjadi korban pemadaman listrik. Perubahan tersebut dilakukan karena pembayaran kompensasi yang ada saat ini dipandang tidak adil.
Langkah itu dihargai oleh Ombudsman. Hanya saja, lanjut Alvin, PLN ataupun kementerian terkait tidak hanya sekadar merevisi Permen teknis ganti rugi terhadap masyarakat.
"Kami juga akan mendesak pemerintah meninjau kembali besaran kompensasi. Ini kemudian juga tata cara masyarakat mengetahui hak-haknya," tandasnya.
Penegasan agar PLN lebih komunikatif juga disuarakan oleh Ketua Ombudsman Laode Ida. Saat klarifikasi dengan PLN, ia menuturkan penjelasan pihak PLN yang diwakili oleh Direktur Pengadaan Strategis II PLN, Djoko Rahadjo Abumanan, tidak terlalu fokus terhadap pelayanan publik.
"Penjelasannya (PLN) masih terlalu umum. Di internalnya, bidang mana penjaminan mutu agar PLN tetap memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Jangan sampai itu terabaikan, jangan sampai PLN lebih besar perhatian ke bisnisnya bukan pelayanannya," ujar Laode.
PLN, menurut Laode, abai atas potensi gangguan selama proses perawatan. Sedianya, perusahaan listrik milik negara itu memberikan informasi dini kepada publik segala potensi yang akan terjadi. (plt)