JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Koordinator Nasional Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) Mohammad Jumhur Hidayat meminta pemuda Indonesia agar turut mentransformasikan bangsa ini dari bangsa yang ingkar terhadap nikmat Tuhan, menjadi bangsa yang bersyukur atas nikmat Tuhan.
Hal itu disampaikan Jumhur saat menyampaikan orasi politiknya dalam acara Mimbar Bebas bertajuk "Bangkit-Bangga Jadi Pemuda Indonesia" dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional yang digelar DPP KNPI di Jakarta, Rabu (20/5/2015).
"Bukti kita, ingkar terhadap nikmat Tuhan ini karena bangsa ini tidak serius dan tidak bersungguh-bersungguh mengelola Sumber Daya Alam Kelautan yang begitu luas dan beragam sehingga bila ingin mencari orang miskin papa yang serba kesulitan mensekolahkan anaknya dan kumuh, maka merekalah kaum nelayan," kata Jumhur.
Pendukung Jokowi-JK dalam Pilpres 2014 itu mengatakan bahwa nikmat Tuhan yang diingkari lainnya adalah suburnya tanah Indonesia. Namun tanah yang subur seperti digambarkan Koes Plus "Tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman" itu pun diingkari, karena kaum tani rata-rata menjadi kaum miskin papa dan serba kesulitan.
"Dua hal ini saja sudah membuktikan bahwa bangsa kita ingkar terhadap nikmat Tuhan," katanya.
Menurut Jumhur, semua ini terjadi karena visi kepemimpinan nasional dalam beberapa dekade ini abai terhadap penderitaan rakyat. Pemuda harus berpikir mengubah ini terlebih bila bisa tampil sebagai pemegang kebijakan.
Kendati demikian, Jumhur tetap bersyukur karena rezim Jokowi yang sekarang berkuasa setidaknya memiliki ide untuk melaksanakan Trisakti dan NawaCita. Meskipun pada pelaksanaannya bisa saja melenceng jauh dari konsepsi awalnya.
Dalam kesempatan itu, Jumhur juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang turut hadir pada acara ini agar menyampaikan kepada mereka yang berkuasa tentang bahayanya melakukkan konsepsi food estate 1jt hektare di Papua, 500 ribu hektar di Kalimantan dan ratusan ribu hektar lainnya di berbagai daerah untuk membangun persawahan yang dimiliki korporasi apa itu BUMN, swasta, apa lagi swasta asing.
Apalagi kata dia, rakyat hanya menjadi kuli-kuli bagi korporasi tersebut di atas tanahnya sendiri.
"Jelas ini bertentangan dengan Trisakti dan NawaCita yang ingin berdaulat dalam pangan, bukan semata swasembada pangan. Kedaulatan pangan itu bisa terjadi jika dan hanya jika petani berdaulat atas tanahnya, bukan menjadi kuli penghasil pangan," jelas Jumhur yang juga aktivis muda ini. (iy)