JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Desakan untuk pemerintah segera mengambil langkah pertolongan dan penampungan bagi imigran gelap Rohingya, muncul dari sejumlah elemen masyarakat dan organisasi keagamaan di Indonesia. Alasan kemanusiaan menjadi landasan mereka menyarankan pemerintah untuk membantu mereka.
Namun, pengamat dan dosen FISIP UI, Avyanthi Aziz mengungkapkan langkah kehati-hatian masyarakat Indonesia untuk menghadapi pengungsi Rohingya. Sebab warga Rohingya kata dia, berwatak keras.
"Yang perlu dipikirkan sampai seberapa jauh masyarakat Indonesia memiliki welas asih. Orang Rohingya itu wataknya keras. Keras itu bukan berarti tidak baik. Tapi karena mereka mengalami frustasi, akhirnya mereka mudah marah," kata Avyanthi dalam diskusi "Nestapa Kemanusiaan, Save Rohingya" di Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Avianthi mengaku sudah sangat kenal dengan karakter orang-orang Rohingya yang terdampar di Indonesia. Ia beberapa kali telah menjadi pendamping bagi warga Rohingya yang mengungsi di negeri ini.
"Seperti contoh pada tahun 2009 saat mereka (terdampar) di Aceh. Saya bawa mereka ke pusat pengungsian yang ada di Medan. Ternyata mereka lari ke Malaysia yang kemudian saya ketemu mereka di Malaysia. Jadi Indonesia belum teruji menghadapi pengungsi Rohingya. Lebih berpengalaman Malaysia dan Thailand," ungkappnya.
Avyanthi menekankan supaya pihak yang berpikir untuk melakukan pendampingan telah siap secara keseluruhan.
"Gimana kalau mereka kita anggap sebagai korban, tapi ternyata mereka melakukan hal yang tidak kita inginkan. Sejauh mana kesiapan masyarakat Indonesia menerima atau membantu mereka. Ntar malah menyesal dan bilang, oh ternyata tidak tahu diuntung," tandasnya. (iy)