Oleh Fitriani pada hari Kamis, 31 Okt 2019 - 18:26:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Disoal DPR, Begini Penjelasan Mahfud MD Tentang Veto

tscom_news_photo_1572521191.jpg
Menkopolhukam Prof. Mahfud MD (Sumber foto : istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Sempat disoal anggota DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan hak veto bagi menteri koordinator. Menurut dia, veto yang dimaksudkan Presiden merupakan istilah secara politis, bukan hukum.

"Jadi, tidak ada kaitannya dengan persoalan, "Wah ini tidak dikenal veto menteri dalam sistem ketatanegaraan"," kata Mahfud usai memimpin rapat para menteri di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (31/10).

Menurut dia, istilah veto tersebut memang lebih dimaksudkan secara politis dan administratif bahwa Menko bertugas melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.

Artinya, papar dia, Menko bisa mendorong suatu institusi karena terlalu lambat maupun menarik karena terlalu cepat sehingga menjadi sinkron, kemudian mempertemukan titik-titik kosong dari program tersebut. "Misalnya, ada satu kasus gitu, lalu rebutan. "Itu tugas saya, satunya tugas saya", itu menko yang menentukan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Selain itu, kata Mahfud, menko juga berkewajiban mempertemukan jalan tengah antarkementerian jika terjadi persoalan dalam menjalankan program. "Kalau kata yang satu harus begini, yang satu harus begitu, maka nanti menko yang akan ikut turun tangan mempertemukan sehingga tidak terjadi benturan dan kekosongan. Nah itulah yang sebenarnya oleh Bapak Presiden disebut veto," katanya.

Namun, Mahfud mengatakan menko tidak bisa kemudian langsung membatalkan program dari suatu kementerian tanpa melalui persetujuan Presiden. "Tentu kalau harus membatalkan suatu program kementerian tidak bisa langsung kan. Menkonya ya ke presiden, "Pak, ini terjadi sesuatu begini", sehingga semuanya lancar," katanya.

Dengan telah ditekennya Perpres Nomor 67/2019 yang tidak menyebutkan hak veto bagi menko, melainkan hak koordinasi, Mahfud kembali menegaskan bahwa veto yang dimaksudkan memang pengendalian. "Pengendalian, mengendalikan. Veto itu bahasa politis, bahasa pop, bahasa organisasi, sedangkan bahasa hukumnya pengendalian. Pengendalian itu, ya, praktisnya," katanya.

Menko, kata dia, harus tetap melaporkan kepada Presiden sebagai atasan menteri jika ada program-program yang tidak sesuai atau menimbulkan persoalan. "Jadi jangan dikesankan menko itu atasan dari menteri lain, bukan. Koordinator saja. Jadi, tidak usah terlalu dipertentangkan dalam satu susunan hierarkis gitu," kata Mahfud.

Sebelumnya, Mahfud menjelaskan saat ini menko diberi izin oleh Presiden Joko Widodo untuk "memveto" segala kebijakan atau peraturan kementerian yang saling berlawanan. "Menko itu, kata Presiden, bisa "memveto" kebijakan atau peraturan-peraturan menteri yang dianggap bertentangan dengan kebijakan-kebijakan menteri lain, bertentangan dengan visi Presiden dan sebagainya," katanya.

Sebelumnya Desmon J Mahesa dan Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPR RI mempersoalkan "hak veto" yang pernah diungkapkan oleh Mahfud MD. Mereka ini istilah "hak veto" bagi Menteri Koordinator tidak ada landasan hukumnya. Jika diterapkan bisa membuat rancu. Desmon minta agar dibuatkan lebih dulu dasar hukum bagi Menko jika memiliki hal veto terhadap Menteri yang di bawah koordinasinya.(ant)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement