JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Sejak awal ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Juru Bicara Presiden, nama Fadjroel Rachman masuk dalam lingkaran perhatian publik. Pria yang dikenal pernah menggeluti dunia aktivis mahasiswa pada era Orde Baru ini sempat mendapat apresiasi masyarakat karena keterbukaannya memberi informasi istana.
Bahkan, dia sendiri telah mengumumkan nomor telepon pribadinya ke publik saat diwawancarai media usai mendapat undangan jatah jabatan oleh Presiden Joko Widodo di Istana tahun lalu. Namun, belum lama menjabat juru bicara istana, tak sedikit kritikan tertuju pada dirinya.
Bukan tanpa alasan pria kelahiran Banjarmasin itu mendapat kritikan. Pasalnya, selain diketahui menjabat sebagai juru bicara Presiden, Fadjroel juga masih mengemban tugas sebagai Komisaris Utama di PT Adhi Karya (Persero) Tbk milik BUMN. Artinya, dia merangkap dua profesi sekaligus.
Kendati memang belum ada instrumen hukum yang melarang hal tersebut, tetapi menjabat dua tugas pekerjaan sekaligus dinilai melanggar etika dalam lingkup pekerjaan. Hal itu disampaikan pakar hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Achmad.
"Jubir sebetulnya bukan jabatan yang diatur dalam suatu UU, tetapi diskresi dan policy Presiden. Namun secara etis, rangkap jabatan tersebut seharusnya tidak terjadi karena menyebabkan tidak maksimalnya kerja dan tidak terjadinya distribusi kesempatan kerja," katanya kepada TeropongSenayan dalam sambungan aplikasi pesan, Sabtu (22/2/2020).
Hal lain yang menjadi kritikan bagi Fadjroel, kinerja dia di PT Adhi Karya dinilai tidak cemerlang, bahkan cenderung menjadi bumerang baginya. Hal itu sebagaimana disampaikan Ekonom Rizal Ramli yang belakangan melontarkan kritikan keras terhadap Fadjroel karena lesunya keuangan perusahaan yang ia pimpin.
"Kalau ngomong di TV gayanya paling pinter, ternyata BUMN Adhi Karya baru mencatatkan “prestasi” utang menggunung, laba bersih ADHI terendah di BUMN," ujar Rizal dalam akun Twitternya Rabu (19/2/2020) lalu.
Rizal menyebut pengalaman Fadjroel yang pernah menjadi aktivis itu sama sekali tak memberi untung bagi profesinya sebagai komisaris perusahaan milik negara. Fadjroel pun dinilai hanya banyak bicara namun tak mampu membawa perubahan.
“Preskom [presiden komisaris] ADHI KARYA bukan Fajroel? Modal cuap2 doang ndak bisa ciptakan nilai tambah. Pelajaran buat aktifis, supaya belajar ciptakan nilai tambah dimanapun berada," sambung Rizal.
Tak hanya itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia itu pun membuka sisi lain Fadjroel. Dia menuding Fadjroel tak tahu berbalas budi karena sewaktu kuliah di ITB dulu, Fadjroel pernah di drop out, akan tetapi mendapat bantuan dari Rizal untuk direkomendasikan kembali kuliah di UI. Hal itu berlanjut sampai Fadjroel mengenyam S2.
“By the way, just for the record, sehabis dipecat dari ITB karena demo Rudini, aktifiis2 5 Agustus kesulitan utk meneruskan kuliah, hanya atas rekomendasi & jaminan pribadi RR (Rizal Ramli) ke Dekan, Fajrul bisa kuliah S1 di UI. Termasuk rekomendasi S2 di UI. Lupa misi waktu mahasiswa, lupa budi ,” ujarnya lagi dalam Twitter.
Pria asal Sumatera Barat ini pun menambahkan, “Alangkah indahnya, jika aktifitis2 belajar dari pejuang2 pendiri Republik Indonesia, karakter yg kuat, yg tidak berubah didalam mau diluar kekuasaan. Ini baru diberi remeh2 kekuasaan berubah menjadi ‘penjilat’, lupa dgn prinsip keadilan, demokrasi dan keberpihakan pada rakyat ,” tandasnya.
Mengenai kinerja Adhi Karya yang dinilai buruk oleh Rizal Ramli, hal ini pernah diberitakan media Tempo pada 21 Oktober 2019 lalu.
Media Tempo mengungkapkan, pada September 2015. Pada tahun itu, laba bersih perseroan sepanjang tahun tercatat Rp 463,68 miliar atau meningkat 40,9 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 329,1 miliar.
Setahun setelahnya, kinerja perusahaan dengan kode emiten ADHI itu justru tercatat kurang cemerlang. Laba bersih BUMN karya tersebut tercatat turun 32,4 persen ke angka Rp 313,45 miliar di 2016.
Performa lesu itu tidak berlanjut pada tahun berikutnya. Pada 2017, pertumbuhan laba bersih perseroan melonjak 64,43 persen. Kala itu, perseroan tercatat mencetak laba bersih Rp 515,41 miliar.
Adapun pada 2018, pertumbuhan laba perseroan tercatat melambat ke angka 24,98 persen. Perusahaan konstruksi pelat merah membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 644,15 miliar pada tahun itu. Terakhir, pada semester I 2019, Adhi Karya membukukan laba bersih Rp 215 miliar atau tumbuh 1,08 persen secara tahunan.
Fadjroel belum menjawab permintaan konfirmasi TeropongSenayan ihwal tudingan terhadap dirinya. Saat dihubungi Fadjroel pun tak memberi respon.