JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi III DPR mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus dugaan penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal hingga tuntas. Komisi bidang Hukum DPR meminta oknum pejabat Bea dan Cukai, mulai tingkat Direktorat Jenderal (Dirjen) hingga pejabat di daerah diperiksa secara marathon.
Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung, Burhanuddin bekerja secara serius dalam menyelidiki kasus dugaan penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal. Pasalnya, penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal itu dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan dilakukan secara berulang-ulang.
“Saya mendesak Jaksa Agung untuk memberikan atensi, memperlihatkan keseriusan, dan mengusut tuntas kasus penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal. Kasus tersebut diduga melibatkan para pejabat yang berkompeten dan memiliki kewenangan pemeriksaan bea masuk, menggunakan perencanaan matang dan masif, serta dilakukan secara berulang-ulang,” ujar Arteria di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin. Senayan, Rabu (1/4).
Berdasarkan informasi yang diterima Komisi III DPR, sambung dia, kasus tersebut telah disidik dan dilimpahkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan (Kemenkeu) ke Kejagung.
Sebelum ditangkapnya 27 kontainer berisi produk tekstil ilegal, Komisi III DPR telah memperoleh informasi tentang 55 kontainer tekstil ilegal, beberapa pelaku telah ditangkap, tapi dilepas oleh oknum aparat kepolisian.
“Akibat penyelundupan tersebut, negara dirugikan hingga triliunan rupiah. Jaksa Agung harus melakukan penegakan hukum yang adil, berkepastian dan obyektif, sekaligus mengungkap aktor intelektual dan beneficial owner dalam kasus tersebut. Kasus ini hanya salah satu dari banyaknya peristiwa penyelundupan yang dilakukan oleh Mafia Tekstil yang berhasil diungkap dan merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah,” tegas Anggota Fraksi PDIP ini.
Lebih lanjut, Arteria menggunakan modus memanipulasi dokumen impor yang dijalankan dalam operasi haram tersebut. Menurutnya, penyelundupan itu dilakukan dengan menggunakan dua perusahaan, yakni PT Peter Garmindo Prima dan PT Flemings Indo Batam.
Kedua perusahaan tersebut, lanjut dia, diduga memanipulasi dokumen Sertifikat Asal Barang dalam dokumen Bill of Lading, sehingga sebanyak 27 kontainer tekstil ilegal itu seolah-olah berasal dari Shanti Park, Mira Road, India. Dalam dokumen pengiriman kapal pengangkut, sebanyak 27 kontainer tekstil ilegal juga dijkesankan berasal dari pelabuhan muat di Nhava Sheva, India.
“Sejatinya, sebanyak 27 kontainer tekstil ilegal itu berasal dari China dan diangkut melalui pelabuhan muat di Hong Kong, China. Perbuatan ini dimaksudkan untuk memanfaatkan aturan atau kebijakan bea safeguard yang diberikan kepada India, sebagai salah satu negara yang mendapatkan fasilitas tersebut,” jelas Arteria.
Selain itu, sambung dia, kedua perusahaan tersebut juga melakukan sejumlah menipulasi dokumen manifest pengiriman terkait penyebutan jenis kain dalam kontainer. Dalam dokumen disebutkan, kontainer berisi kain Poliester, pada faktanya berisikan kain brokat, sutera, satin dan gorden, yang harganya jauh lebih mahal dari kain poliester.
“Memanipulasi dokumen manifest pengiriman, terkait volume, kuantitas, dan jumlah kain dalam kontainer, dimaksudkan untuk menekan biaya bea masuk, tarif bea safeguard, PPN dan PPh serendah mungkin. Mulusnya penyelundupan ini memunculkan dugaan keterlibatan antara pelaku dengan aparat penegak hukum. Secara sederhana dan kasat mata, hal itu dapat terlihat dari indikasi kapal yang sempat membongkar muatan dan mengganti kontainer dalam pelabuhan,” tandasnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi membantah tudingan keterlibatan Bea dan Cukai. Ia mengungkapkan, hingga September 2019, pihaknya telah menindak sebanyak 406 penyelundupan tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan nilai barang hasil penindakan (BHP) sebesar Rp 138,11 miliar.
Namun, Heru tak menampik bila ada dugaan penyelundupan di tahun ini. Menurutnya, modus penyelundupan TPT sama seperti cara penyelundupan barang lain.
“Bisa jenisnya dikaburkan atau jumlahnya dikelabui,” ujar Heru saat dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.
Heru menambahkan, penindakan yang dilakukan Ditjen Bea Cukai terhadap pelaku penyelundupan bisa berbentuk fiskal, diteruskan ke pengadilan, hingga rekomendasi pencabutan izin usaha.
“Misalnya, dia kena denda, bayar, nanti izinnya juga bisa dicabut. Kedua, kami akan cek administrasi pajaknya, terutama SPT (surat pemberitahuan, Red). Misalnya, dari investigasi lanjutan tidak taat pajak, akan kami blokir,” tandasnya.