JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Perppu No. 1 Tahun 2020 dapat dijadikan landasan untuk pengenaan pajak dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengatakan kalau pemerintah harus hati hati untuk menerapkan pemungutan pajal digital.
"Pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan pungutan pajak PMSE/pajak digital, termasuk mengenai skema pungutan dan nominal yang dipakai. Sebab, kebijakan ini merupakan langkah sepihak (unilateral measure)," kata Puteri melalui pesan singkatnya, Jumat (01/05/2020).
Puteri menilai akan tumbuh sebuah problematika bila PMSE diterapkan yakni masih tingginya tingkat anonimitas untuk pelaku perdagangan.
"Permasalahan utama penerapan pajak digital yaitu tingkat anonimitas yang tinggi dari pelaku perdagangan elektronik," ujarnya.
Politisi Golkar itu menuturkan berdasarkan data Ditjen Pajak baru terdapat seribu pelaku usaha yang memikili NPWP dari 1500 data wajib pajak diperoleh melalui internet.
"Ditjen Pajak telah mengecek 1500 data wajib pajak terkait perdagangan elektronik yang diperoleh melalui internet. Sayangnya, dari jumlah itu hanya seribu pelaku usaha yang sudah ber-NPWP," tuturnya.
Puteri menilai apabila pajak digital diterapkan oleh Pemerintah Indonesia bisa dipastikan dapat menambah sengketa perpajakan internasional
"Pihak yang bersengketa menggunakan dasar hukum yang berbeda, yaitu ketentuan hukum domestik dan perjanjian penghindaran pajak berganda atau P3B," ucapnya.
Anggota DPR RI Dapil Jabar VII ini menyebut pengaturan pajak PMSE diharapkan dapat berjalan sesuai mandatnya yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan ditengah pandemi corona.
"Pada situasi seperti saat ini, banyak sekali proses bisnis terdampak wabah COVID-19 dan bisnis yang tetap dapat bertahan salah satunya adalah bisnis berbasis digital, seperti layanan streaming film atau fasilitas video conference," pungkasnya.