Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Senin, 04 Mei 2020 - 10:26:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Mereka yang Tak Dapat THR Jauh Lebih Baik dari Mereka yang di-PHK 

tscom_news_photo_1588552657.jpg
Ilustrasi potret karywan PHK (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan banyak perusahaan yang mengadu tak bisa membayar tunjangan hari raya (THR) pada lebaran tahun ini akibat pandemi Covid-19. Pengaduan itu disampaikan secara lisan kepada pemerintah belum lama ini. Namun, hingga kini belum ada data secara formal atau resmi terkait jumlah perusahaan di Indonesia yang tidak akan membayar THR kepada karyawannya.

Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi mengatakan dalam suasana seperti ini memang yang dibutuhkan adalah saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Namun ia memandang, "Nasib pekerja yang tidak dapat THR itu masih jauh lebih baik dari teman-teman mereka yang harus di PHK dan atau dirumahkan tanpa pesangon," katanya saat dihubungi, kemarin (3/5/2020).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, ada 1,7 juta orang yang mengalami PHK dan dirumahkan sepanjang pandemi Covid-19 di Indonesia. Jumlah tersebut masih ditambah dengan 314.833 orang pekerja sektor informal yang juga terdampak Covid-19.

Sebenarnya tidak ada alasan bagi pengusaha tidak memberikan THR kepada pekerjanya. Hal diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam Pasal 8 Permenaker tersebut diatur THR bagi pekerja harus dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Sejumlah sanksi pun mengancam pengusaha atau perusahaan tersebut. Saksi ini diatur dalam Pasal 9 Permenaker Nomor 20 Tahun 2016. Sementara Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis b. pembatasan kegiatan usaha.

Pada Pasal 10, teguran tertulis yang diatur dalam Pasal 9 dikenakan kepada pengusaha untuk satu kali dalam jangka waktu paling lama 3 hari kalender terhitung sejak teguran tertulis diterima.


Ayo Baca Juga:

>Selain PHK, Krisis Pangan Hantui Indonesia

>Empati Nasib Rakyat, MPR Apresiasi Kebijakan Pejabat Negara Tidak Dapat THR


Sementara itu Pasal 11 ayat (1) menyebutkan, pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban sampai dengan berakhirnya jangka waktu sesuai dalam Pasal 10, dapat direkomendasikan untuk dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha.

Dalam Pasal 11 ayat (2) tertulis, rekomendasi didasarkan pada pertimbangan mengenai sebab-sebab tidak dilaksanakannya teguran tertulis oleh pengusaha, dan kondisi finansial perusahaan berdasarkan laporan keuangan perusahaan dua tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Pada Pasal 11 ayat (3) tertulis, pengenaan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha berlaku sampai dengan dipenuhinya kewajiban pengusaha membayar THR Keagamaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1).

Berdasarkan Pasal 12, pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak menghilangkan kewajiban pengusaha atas denda keterlambatan membayar THR Keagamaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Relaksasi BPJS Ketenagakerjaan

Kahfi memaparkan beberapa solusi atas masalah ini. Pertama, pengusaha bisa mengajak karyawannya bicara dari hati ke hati, sepanjang perusahaan tetap komitmen untuk mempertahankan karyawannya di tengah situasi ekonomi yang bergejolak. Kedua, pemerintah bisa meringankan beban perusahaan dengan relaksasi pembayaran BPJS Ketenagakerjaan.

Pemerintah pun sudah memutuskan untuk melonggarkan pembayaran iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) atau BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu perusahaan dari wabah pandemi Covid-19. Kelonggaran tersebut diberikan dengan memotong iuran Jamsostek sebesar 90% dari kondisi normal selama 3 bulan. Bahkan, bukan tidak mungkin pemerintah bisa memperpanjang pemotongan selama 3 bulan berikutnya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini memberikan catatan pentingnya atas pemberian relaksasi ini. Yakni Kementerian Ketenagakerjaan harus mempunyai data detail seperti berapa perusahaan yang sudah angkat tangan, dan melakukan PHK/merumahkan karyawan. Lalu berapa perusahaan yang masih bisa bertahan, tapi tidak bisa bayar THR.

"Tapi Kemenaker harus betul-betul melakukan pengecekan tersebut secara verifikatif dan obyektif. Jika memang keuangan perusahaan masih sehat, Kemenaker tetap harus memastikan perusahaan menjalankan kewajibannya," tandas legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini.

tag: #phk  #covid-19  #komisi-ix  #pan  #thr  #kementerian-ketenagakerjaan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement