JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, tak mengira seorang jurnalis seniorNajwa Shihab melontarkan pernyataan tendensius terhadap lembaga DPR RI. Meski yang Najwa lakukan adalah mengkritik kinerja anggota parlemen, namun pemilik channel Narasi TV itu seolah tak memahami fungsi dari badan legislatif.
"Setelah pembahasan bersama pemerintah baik Undang-undang atau pun pembahasan Anggaran, DPR hanya bisa melakukan pengawasan. Sementara yang mengeksekusi program adalah pihak eksekutif (pemerintah), Rakyat harus diberi pengetahuan yang baik bukan diprovokasi untuk membenci DPR," kata Khan dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (4/5/2020).
"Banyak orang tidak tahu fungsi dan tugas legislatif dan eksekutif. Tugas legislatif sudah jelas. Pelajari itu. Kita membahas bersama pemerintah semua RUU yang masuk,” tambahnya lagi.
Anggota Komisi VI DPR RI ini mengakui bahwa lembaga dan atau anggota DPR RI seringkali jadi sasaran kritik, meski sebenarnya seringkali pula kritik tersebut tidak proporsional. Jika kritik buang salah terus dibangun, maka yang muncul adalah tendensius dan dapat memicu untuk mendiskreditkan lembaga negara."Pikirannya itu sangat tidak bijak dan jauh dari kecerdasan,” ujarnya.
TEROPONG JUGA:
>Jawaban Legislator PAN DPR untuk Najwa: Melihat Orang dari Jauh Tapi Lupa Berbuat
>Surat Terbuka Dari Najwa Shihab, Arteria: Ini Sudah Menyerang Anggota DPR
>Generalisir Anggota DPR, Ahmad Sahroni Sesalkan Kritikan Najwa Shihab
Nasim mengingatkan, yang memiliki hak eksekusi atas semua program kerakyatan adalah lembaga eksekutif, bukan legislatif. Selain itu pula, para pelaksana dari kedua lembaga ini adalah manusia biasa, bukan malaikat atau jin. Begitu juga yang memilih para wakil rakyat dalam pemilu adalah manusia. Artinya, ada yang baik dan tidak baik.
Untuk itu, kata Nasim, jika Najwa memiliki masalah, sebaiknya adukan saja secara baik kepada para wakil rakyat di Senayan, bukan malah mendiskreditkan DPR dengan menuduh DPR tidak peduli penanganan Covid-19, dengan alasan sibuk membahas berbagai aturan, seperti RUU Omnibuslaw Cipta Kerja.
“Kalau ingin jujur kita duduk bersama. Apa yang menjadi masalah sampaikan ke wakil rakyat. Mereka sudah berjuang mewakili 270 Juta Jiwa rakyat indonesia, Mereka manusia bukan malaikat. Kenapa harus DPR yang 575 jiwa yang selalu disalahkan dibanding eksekutif yang ribuan orang dari pusat sampai daerah?" Tanya Nasim.
Lebih lanjut legislator dari Jawa Timur ini menjelaskan, pihak eksekutif merupakan pihak yang mempunyai hak prerogatif untuk mengusulkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), seperti Perppu No.1/2020 yang baru saja dikeluarkan presiden untuk menangani Covid-19. Bahkan, RUU Cipta Kerja sendiri diajukan eksekutif bukan legislatif.
Untuk mensahkan UU pun DPR harus selalu bersama-sama dengan pemerintah mengkaji dan menemukan solusinya. Mekanisme inilah yang harus dipahami masyarakat, karena Indonesia menganut sistem presidensial.
“Kadang masyarakat salah menilai, kok DPR tidak ada manfaatnya. Lucunya lagi, ada pembodohan kepada masyarakat dengan mengatakan, kenapa DPR tidak turun. Ingat, yang punya hak eksekusi itu eksekutif dari presiden sampai bupati/wali kota. Kita hanya punya hak pengawasan atas program pemerintah itu,” tegasnya.
Mengenai ujaran Najwa Shihab terkait APD yang ia sebut sebagai "alat pelindung dewan", Nasim sangat menyayangkan hal tersebut. Ia justru merasa kasihan dan sedih kepada kaum profesional yang tidak cerdas, yang ikut-ikutan mendiskreditkan DPR di berbagai media. “Apa sebetulnya yang sudah mereka (orang-orang yang suka mengkritik dengan tidak proporsional) lakukan untuk rakyat Indonesia?” tanyanya lagi.
Anggota Komisi VI DPR ini mencontohkan, ada anggota DPR seperti Imam Suroso yang sudah berbuat banyak dengan membagikan masker dan bantuan lainnya bagi masyarakat di dapilnya, justru terserang virus korona dan akhirnya meninggal dunia.
“DPR walau setaraf Presiden, tapi risikonya jauh lebih besar daripada eksekutif. Kita tidak pernah dapat pengawalan. Ke mana-mana membawa beban jiwa. Coba lihat sudah ada anggota DPR yang meninggal karena Covid-19. Bukan karena ngomong di TV, tapi karena turun ke masyarakat. Mana penghargaan masyarakat dan para pembicara yang tidak proporsional itu,” tandasnya.