JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui bahwa menangani Pandemi Covid-19 tidak mudah. Di satu sisi, masyarakat ingin aktif kembali mencari nafkah, tapi penularan Covid 19 masih terjadi. "Kami percaya bahwa tugas ini tidak mudah, tapi terpaksa harus kami lakukan. Kami niat beberapa warga kami harus melaksanakan, melanjutkan kehidupan mereka untuk mencari nafkah," tutur Wali Kota Risma di Surabaya, Kamis (11/6/2020).
Menurutnya, warga Surabaya harus tetap melanjutkan kehidupannya untuk mencari nafkah di tengah Pandemi Covid-19. "Kami sadar sepenuhnya bahwa ini tanggungjawab yang sangat berat namun kami sekali lagi berusaha mencegah penularan Covid-19 ini," ungkapnya.
Wali Kota Risma menyebut telah melakukan tracing untuk mengetahui siapa-siapa yang terpapar Covid-19 dengan cara rapid test maupun swab massal.
Risma juga menyampaikan Surabaya akan melaunching Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo. "Launching untuk kawasan Tanjung Perak kurang lebih 35 Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo," katanya.
Risma juga melaunching Sekolah Wani Jogo Suroboyo, meskipun sekolah belum masuk. "Kami sudah melakukan komunikasi para kepala sekolah, para guru dan para wali murid untuk menyusun protokol bersama-sama," jelasnya.
Alasan Penghentian PSBB
Ketika mengumumkan penghentian PSBB, Risma menyatakan ekonomi rakyat harus berjalan. Karena itu ia menghentikan PSBB, tapi tetap harus dengan kontrol ketat.
Risma menyatakan berani tidak meniru Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memilih PSBB transisi. Ia menghentikan PSBB padahal kasus Corona di Surabaya masih sangat tinggi dan masuk dalam zona hitam.
Sebagian besar kasus Corona di Jawa Timur berada di Surabaya. Hal ini disampaikan Risma dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (9/6/2020).
"Terus terang saya tidak memperhatikan zona itu merah, biru, kuning, atau putih," ujar Risma.
Menurutnya, ada yang lebih penting daripada sekadar status zona daerahnya. Risma menegaskan bahwa fokusnya dalam menangani kasus Corona adalah pada kondisi langsung masyarakat di lapangan.
Baik itu warga yang memang sakit, ataupun yang berstatus sebagai carrier yang juga berpotensi menularkan. "Yang saya perhatikan adalah warga saya yang sakit atau warga saya yang sebetulnya carrier (pembawa) tapi ada di luar karena dia tanpa gejala," jelasnya.
Maka dari itu, Risma mengaku tidak berhenti untuk terus memantau atau melakukan tracing kasus Corona di Surabaya, terlebih untuk para pasien dalam pengawasan (PDP) maupun orang tanpa gejala (OTG).
"Setelah itu saya melihat peta. Dari peta itu saya sampaikan ini harus dites karena ada kemungkinan ini dia pergi ke sini, pergi ke sana," lanjutnya.
"Saya harus benar-benar tracing. Jadi konsentrasi saya day to day itu," katanya.