Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Wednesday, 17 Jun 2020 - 06:50:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Pemerintah Akan 'Menampar Mukanya yang Kedua Kali'

tscom_news_photo_1592346770.jpg
Ilustrasi BPJS dan Presiden Joko Widodo (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan penolakannya terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Partai besutan Amin Rais ini kemudian meminta pemerintah mencabut kembali peraturan yang dinilai membuat masyarakat terjatuh ke perangkap yang sama oleh pemerintah.

Anggota Fraksi PAN di Komisi Kesehatan (Komisi IX) DPR, Intan Fitriana Fauzi, menuturkan ada empat alasan mengapa fraksinya meminta peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo itu dicabut.

Pertama, pada gugatan terhadap peraturan kenaikan BPJS sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan masyarakat yang kemudian mendepak Pepres 75 Tahun 2019 dari lingkaran hukum BPJS. Kasus pertama ini hendak pemerintah ulang kembali, namun masyarakat juga turut melawannya kembali.

Intan menyebut jika peraturan BPJS terbaru bernasib sama dengan yang pertama, maka kasus ini menunjukkan pemerintah tak mengenal malu. "Kalau sampai pemerintah kalah lagi, sama saja menampar muka pemerintah yang kedua kalinya," ujar politik PAN ini dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Juni 2020.


TEROPONG JUGA:

> Kritik Legislator PDIP Terhadap Kenaikan BPJS: Rakyat Hanya Senang Sesaat


Alasan kedua, mengenai defisit anggaran yang hanya berdasarkan perhitungan aktuaria. Fraksi PAN berpandangan hal ini tidak bisa seenaknya dibebankan kepada masyarakat. Intan mengatakan fefisit itu harus menjadi perbaikan pemerintah

Dalam amar Putusan MA disebutkan bahwa pemerintah harus melakukan penyelesaian persoalan inefisiensi dalam pengelolaan dan pelaksanaan BPJS Kesehatan. Kemudian soal dalih menaikkan iuran karena terjadi defisit adalah tidak berdasar hukum.

Ketiga, Intan menyatakan lembaga yang berwenang telah memberikan putusan hukum yang tujuannya untuk mencapai keadilan masyarakat dan hukum. Beberapa lembaga lain juga telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai persoalan dalam BPJS ini, antara lain adalah KPK.

Di lain pihak, DPR berkali-kali menyimpulkan dalam Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat, serta Rapat Gabungan antara Komisi IX DPR dengan Komisi II, VIII, dan XI yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani juga menyampaikan rekomendasi perbaikan mengenai tata kelola BPJS Kesehatan.

"Seyogyanya Perpres 64/2020 tidak perlu menunggu gugatan masyarakan lagi. Jangan jadikan rakyat tumbal dari kebijakan yang tidak pro rakyat. Stop membuat kebijakan yang luar biasa blunder," tegas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat ini.

Keempat, kenaikan iuran BPJS Kesehatan melanggar amanat konstitusi. UUD 1945 Pasal 28 ayat (1) H menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Artinya, Intan menjelaskan, negara berkewajiban melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran kesehatan.

"BPJS Kesehatan bukanlah Badan Usaha, tetapi Badan Penyelenggara Publik. Sehingga pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa memperhatikan keadilan masyarakat dan hukum," tandasnya. Intan bahkan menyebut kasus kenaikan BPJS yang kedua kali ini menampakkan gelagat pemerintah yang tak mempunyai perencanaan yang baik dalam menjamin kesehatan warganya.

tag: #bpjs-kesehatan  #jokowi  #perpres-jokowi  #komisi-ix  #pan  #intan-fitriana-fauzi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement