JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20% seperti yang ada dalam draf Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 di Badan Anggaran (Baleg) DPR sangat perlu untuk dicermati.
Politisi PAN Guspardi Gaus mengatakan kalau Indonesia perlu belajar dari pengalaman saat kontestasi Pilpres 2019 lalu.
Seperti yang diketahui, terjadinya pembelahan yang sangat keras di masyarakat antara kubu pendukung Joko Widodo-KH Ma"ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Itu pelajaran yang sangat berharga, masyarakat terbelah, ini pertama saya lihat dan rasakan" kata Guspardi melalui keteranganya, Rabu (08/07/2020).
Akademisi UIN Imam Bonjol dan UMSB Padang ini memaparkan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 267,7 juta data per 2018, semakin banyak calon maka akan semakin baik.
"Artinya masyarakat banyak pilihan siapa yang akan diharapkan untuk memimpin bangsa dan negara lima tahun mendatang, pilihannya banyak," paparnya.
Anggota Komisi II DPR RI itu menjelaskan akan berbahaya bila pesta demokrasi terjadi polarisasi dan semua masyarakat dapat belajar dari pengalaman yang terjadi.
"Yang lebih gawat itu apa? Terjadinya Polarisasi, "kita nggak ingin itu". Kebinekaan ini kita harus di jaga, keberagaman kita rangkul. Jangan menimbulkan masalah. Oleh karena itu, pengalaman yang berharga ini harusnya jangan diteruskan," ungkapnya.
Politisi asal Sumbar ini mencontohkan ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih menjadi Presiden pada periode pertama, saat itu ada lima pasangan calon.
Guspardi menilai seandainya presidential threshold diturunkan, tidak mungkin lantas muncul terlalu banyak calon.
"Tidak bakal muncul pimpinan itu 10 calon, paling banyak lima orang. Itu pengalaman sejarah," ujarnya.
Guspardi menutup dengan memberi saran agar presidential threshold tidak harus dipatok 20% atau seandainya memang tidak nol persen sebagaimana diatur oleh UUD 1945, paling tidak partai politik yang punya kursi di Senayan bisa mengusung calon sendiri.
"Jadi sesuai antara parliamentary threshold dengan presidential threshold," pungkasnya