JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi tampak kurang nyaman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (8/9) karena dia dicecar soal radikalisme.
Ali Taher Parasong, wakil rakyat dari Dapil Banten III. "Kok tega menyatakan bahwa para ustaz, para guru ngaji itu adalah bagian dari bibit-bibit radikalisme. Apakah itu betul atau tidak coba nanti Pak Menteri mengklarifikasi. Tapi publik sudah mengatakan itu. Sampai saya bertanya Pak Menteri Agama ini agamanya Islam atau bukan," ucap Ali Taher dalam rapat yang disiarkan live di akun YouTube DPR RI.
Menteri yang juga mantan Wakil Panglima TNI itu langsung merespons. Ia meminta anggota dewan tidak melebih-lebihkan pernyataannya terkait radikalisme dalam webinar bertajuk "Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara" yang tayang di akun Youtube Kementerian PAN-RB, Rabu (2/9) lalu. "Saya mohon juga, teman-teman juga sudah sama dewasa, sama tuanya sama saya. Yang saya enggak sebut tidak usah disebut-sebut lah. Kalau menteri agama menganggap semua penceramah itu orang yang radikal, enggak pernah saya mengatakan begitu. Ndak usahlah disebut itu. Sama-nya dewasanya, sama kewajiban kita menjaga bangsa ini," tutur Fachrul.
"Kalau orang lain ndak apa-apa lah, tetapi kalau teman-teman DPR enggak usah menambah-nambahi. Sama-sama kita ingin menjaga bangsa ini. Saya setuju dengan bapak," tegasnya. Menteri yang lahir dari keluarga perantau Minangkabau yang berasal dari Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini juga menceritakan bagaimana dia berjuang dan berdakwah untuk Islam sejak masih Taruna. "Orang-orang tertentu enggak suka sama saya. Apa itu Fachrul itu perwira hijau, khotbah di mana-mana. Enggak peduli saya. Ada yang mengingatkan, pak, hati-hati pimpinan kita sekarang nonmuslim, nanti bapak. Ndak peduli. Lanjut saja saya. Dan Alhamdulillah tidak ada juga pimpinan nonmuslim menghambat-hambat saya," jelasny
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa kelompok intoleransi, radikalisme dan terorisme selalu membenturkan agama dan negara.
"Iya, dalam proses merekrut dan propaganda, mereka selalu benturkan agama dan negara. Contohnya mereka gencarkan membandingkan antara khilafah dan Pancasila," ucap Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid di Palu, Selasa (9/9).
Pernyataan Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid disampaikan dalam seminar nasional pencegahan radikalisme dan terorisme melibatkan civitas akademik melalui FKPT Sulteng bertajuk "Jaga Kampus Kita" berlangsung di Universitas Tadulako Palu.
Di hadapan civitas akademik Untad Palu, Ahmad Nurwakhid mengemukakan bahwa radikalisme dan terorisme tidak dimonopoli oleh satu agama, satu aliran atau satu sekte tertentu.
Dia menyebutkan bahwa paham radikalisme dan terorisme itu ada di semua agama, aliran kepercayaan dan sekte, sehingga perlu diwaspadai serta dicegah oleh semua kalangan masyarakat.
"Faham dan gerakan ini ada di semua agama, mereka tidak mengenal agama, sekte dan aliran kepercayaan tertentu. Olehnya setiap individu manusia berpotensi terpapar faham dan gerakan ini," ujarnya.
Tidak adanya monopoli radikalisme dan terorisme dalam satu agama tertentu, kata Ahmad Nurwakhid, karena setiap agama tidak mengajarkan tentang kekerasan. Sebaliknya agama mengajarkan tentang perdamaian, kasih dan sayang kepada setiap pemeluknya.
"Hanya saja agama paling seksi untuk dipolitisasi dalam faham radikalisme dan terorisme ini," sebutnya.
Salah satu penyebab adanya gerakan itu, kata Ahmad Nurwakhid, karena adanya ideologi yang menyimpang. Sementara ideologi yang menyimpang ada pada setiap individu manusia. Kemudian ideologi yang menyimpang tersebut menjadi motif untuk memaksimalkan faham tersebut.
Dia menerangkan terdapat tiga indikator radikalisme dan terorisme, yakni penggunaan ideologi agama dimana agama dimanipulasi, dipolitisasi sehingga cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.
Selanjutnya takfiri, yaitu cara pandang yang selalu menyalahkan, mengkafirkan kelompok/faham yang tidak sepaham dan sependapat dengan mereka.
"Di sinilah lahir intoleransi, karena yang tidak sepaham dengan mereka, dianggap salah, dianggap bid"ah, dianggap kafir dan sesat," urai dia.
Terakhir, kelompok radikalisme dan terorisme anti tasawuf dan thareqat.