JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Status tersangka bisa diterapkan kepada orang yang diduga melakukan tindak pidana. Bisa jadi, sebelumnya yang bersangkutan berstatus sebagai saksi. Walaupun penetapannya dalam proses persidangan. Demikian disampaikan pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir, Rabu (9/8/2020).
Menurut Mudzakir, jika dalam persidangan ditemukan bukti keterlibatan saksi dalam suatu perkara, hakim dapat meminta aparat penegak hukum lain untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan saksi tersebut.
Mudzakir melanjutkan, dan apabila ditemukan bukti yang cukup dalam perkara yang sama, maka kepada saksi dapat dikenakan status tersangka. “Di dalam ruang sidang, hakimlah yang paling berkuasa,” jelas Mudzakir.
Mudzakir menganalisa, putusan penetapan dilakukan hakim PN Karimun atas kasus pembunuhan Taslim alias Cikok, mungkin didasarkan penilaian objektif hakim atas keterangan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan berlangsung. Di mana peran saksi muncul aktif sebagai pelaku kejadian perkara.
Kewenangan hakim untuk secara langsung menetapkan saksi menjadi tersangka dikenal KUHAP, tetapi untuk tindak pidana memberikan keterangan palsu. Kewenangan itu diatur dalam Pasal 174 KUHAP.
“Sebelum status tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa ancaman sanksi memberikan keterangan palsu. Jika tetap memberikan keterangan yang diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan saksi ditahan dan dituntut oleh penuntut umum karena sumpah palsu. Jika hakim menetapkan demikian, maka Panitera langsung membuat berita acara pemeriksaan sidang untuk diserahkan ke penuntut umum sebagai dasar menuntut tersangka,” demikian Mudzakir
Sebelumnya, Mudzakir mendesak penyidik Polri segera melakukan upaya paksa penangkapan terhadap Dwi Untung alias Cun Heng, sebab ditetapkan tersangka dalam putusan pengadilan sebagai penyuruh pembunuhan terhadap korban Taslim alias Cikok.
“Khan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Harusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan,” tegas pengajar ilmu hukum pidana ini.
Mudzakir menegaskan, kalau penyidik mengabaikan putusan pengadilan tersebut, maka bisa dikatakan penyidikan serta penuntutan ini tidak sempurna kejahatannya atau masih pincang dalam tindak pidananya.
“Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya,” ucap Mudzakir.
Mudzakir menyarankan agar penyidik profesional menangani kasus tersebut, sehingga keadilan bisa diterima keluarga korban.
Sebelumnya Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan rasa keadilan. Sebab, diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga dilakukan penahanan oleh kepolisian setempat.
Padahal, Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Taslim. Akhirnya, keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Diketahui, kasus ini berawal pelaporan Robiyanto yang mengaku bahwa dirinya adalah anak dari mendiang Taslim alias Cikok yang meninggal dunia setelah dibunuh di Jalan Ahmad Yani, Tanjung Balai Karimun pada 18 tahun silam.
Robiyanto, melaporkan penyidik Kepolisian Resor (Polres) Karimun ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan.
Laporannya telah diterima oleh Propam Polri dengan nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan tertanggal 4 Agustus 2020.