JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Beredar kabar bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan di gembosi oleh menterinya. Informasi tersebut mencuat di media massa hingga mendapatkan reaksi dari dari berbagai kalangan.
Kabar tersebut pertama kali muncul dari pernyataan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Arief Poyuono dalam sebuah video bertajuk “Anies Harus Dipecat” yang diunggah di akun Agama Akal TV, Sabtu, 12 September 2020.
Arief menduga ada menteri yang secara diam-diam ingin merebut kekuasaan Presiden RI dari tangan Joko Widodo, jika suatu hari terjadi krisis ekonomi.
“Malah ada menteri yang mau berkhianat. Mau berkhianat mau mencari kesempatan kalau-kalau terjadi krisis ekonomi, krisis politik, dia bisa ambil alih kekuasaan,” katanya.
Merespons kabar terbaru, Politikus Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, menilai kecil kemungkinan bagi orang di lingkaran istana untuk melakukan upaya menggembosi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebab, kata Guspardi, Indonesia merupakan negara hukum. Setiap kebijakan atau tindakan seorang pejabat pasti harus didasarkan secara hukum.
Dalam catatannya, Guspardi melanjutkan, belum ada sejarahnya pemimpin Indonesia digembosi secara inkonstitusional dari dalam lingkaran pemerintahan.
“Tidak ada lah kita, sepanjang sejarah kita terjadinya kudeta ataupun penggulingan yang dilakukan secara tidak konstitusional," kata Guspardi kepada wartawan, Ahad, 13 September 2020.
Anggota Komisi II DPR ini kembali menekankan, semenjak Indonesia merdeka belum pernah ada kudeta dari instansi TNI untuk menggulingkan presiden. Namun, di negara lain, hal itu sering terjadi.
“Ini sejarah ya, tidak ada kudeta yang dilakukan oleh TNI, semenjak kita merdeka ini kan enggak pernah. Beda sama Filipina sebentar terjadi kudeta. Dari pengalaman itu sulit rasanya ada orang atau upaya-upaya yang dilakukan menggulingkan Jokowi secara inkonstitusional,” tuturnya.
Adapun peristiwa yang terjadi tahun 1998, Guspardi menjelaskan, itu bukanlah menggulingkan Presiden Soeharto secara inkonstitusional. Akan tetapi, Presiden Soeharto mengundurkan diri lantaran ada kekacauan di tengah masyarakat yang membuat Indonesia mengalami krisis moneter.
“Kalau Pak Harto kan mengundurkan diri, Bung Karno kan Supersemar. Tahun 98 dalam suasana Krismon reformasi tetap saja dilakukan secara elegan dilakukan secara konstitusional. Diminta kepada Pak Harto akhirnya para tokoh minta untuk mundur nah itu,” bebernya.
Berdasarkan pengalaman sejarah itu, menurut Guspardi, masyarakat sipil Indonesia melakukan penggulingan atau penggembosan terhadap suatu pemerintahan harus secara konstitusional, bukan sebaliknya.
“Jadi dari pengalaman itu berkaca dan melihat referensi dan pengalaman sejarah agaknya kalau ada orang mengatakan ada isu semacam itu menurut saya itu sesuatu yang tidak benar dan sangat kecil kemungkinannya terjadi,” kata Anggota Badan Legislasi DPR RI ini.