JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wabah pandemi COVID-19 turut mengubah tatanan pengelolaan Anggaran Penerimaan dan
Belanja Desa.
Pasalnya, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 72 Tahun 2020, transfer dana desa tahun ini mengalami penurunan sebesar Rp810 milyar dari rencana awal sebesar Rp72 triliun. Selain itu, prioritas penggunaan dana
desa pun tahun ini diarahkan untuk penanganan wabah tersebut.
Oleh karena itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mendorong pentingnya optimalisasi penggunaan dana desa utamanya Bantuan
Langsung Tunai (BLT) untuk menahan dampak COVID-19 bagi masyarakat pedesaan.
“Sesuai dengan amanat UU No. 2 tahun 2020, dana desa dapat digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan pandemi COVID-19. Pada dasarnya, prinsip bantuan ini adalah untuk melengkapi serangkaian program jaring pengaman sosial yang telah ditetapkan pemerintah seperti PKH, Bantuan
Sembako, dan diskon listrik. Bedanya, skema BLT Dana Desa ini memberikan keleluasaan bagi pemerintah desa untuk menentukan sendiri calon penerima bantuan secara partisipatif melalui Musyarawah Desa. Dengan demikian, diharapkan bantuan ini bisa lebih tepat sasaran,” papar Puteri dalam acara Workshop, Monitoring, dan Evaluasi Penyaluran Penggunaan Dana Desa di Kabupaten Purwakarta, Kamis (15/10/2020).
Pada agenda tersebut, Direktur Pengawasan Keuangan, Pembangunan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Adil Hamonangan menyoroti persoalan data dalam penyaluran BLT Dana Desa pada 32.048 Desa untuk 3.64 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Hasil analisis BPKP terhadap data tersebut menyebut masih adanya penerima manfaat yang tumpang tindih dengan skema bantuan sosial lain, yakni dengan PKH/Kartu Sembako sebanyak 114.410 KPM, Bantuan Sembako Tunai 103.703 KPM, Bansos Provinsi sebesar 51.211 KPM, dan Bansos Kabupaten/Kota sebanyak 96.391 KPM.
Di samping itu, terdapat persoalan terkait Nomor Induk Keluarga (NIK) yang tidak valid pada 248.627 KPM.
“Ini menunjukkan data kita masih perlu diperbaiki untuk integrasi data secara nasional. Makanya, perlu koordinasi dari
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Dinas Sosial untuk pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS agar persoalan data seperti kemarin tidak terulang. Kalaupun masih terjadi, sifatnya cenderung human error.
Makanya, BPKP sebagai internal audit terus berupaya mendorong ini dalam rangka penyempurnaan,” ujar Adil.
Di Kabupaten Purwakarta sendiri, permasalahan duplikasi data penerima manfaat BLT Dana Desa yang terjadi dengan PKH sebanyak 75 KPM, Bantuan Sembako Tunai/Bantuan Pangan Non Tunai sebanyak 2.123 KPM, serta bantuan dari Provinsi/Kabupaten sebanyak 3.807 KPM.
Puteri meminta agar aparat desa menyampaikan persoalan dan kendala yang
dihadapi kepada BPKP, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Purwakarta, maupun Pemda setempat sehingga dapat segera ditindaklanjuti.
“Banyak sekali masalah terkait tumpang tindih data yang akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial lalu yang menjadi
korban pertama yaitu para operator dan staf yang menjadi ujung tombak pemerintah desa. Apalagi, ternyata insentif bagi aparat desa ini masih minim padahal perannya sangat krusial untuk pendataan dan distribusi bantuan stimulus saat pandemi. Setiap permasalahan ini perlu segera ditindaklanjuti agar penyaluran lebih efektif dan berkeadilan,” pungkasnya.