Berita
Oleh Rihad pada hari Friday, 05 Feb 2021 - 08:49:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa MUI Kritik SKB Tiga Menteri Tentang Seragam Sekolah

tscom_news_photo_1612486331.jpeg
Ketua MUI KH Cholil Nafis (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kritik keras datang dari Ketua MUI KH Cholil Nafis soal SKB 3 Menteri terkait seragam sekolah. Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah ini mengatakan memakai jilbab bagi muslimah wajib dalam Islam.

"Mewajibkan yang wajib menurut agama Islam kepada pemeluknya saja tak boleh. Lalu pendidikannya itu di mana?" kata Cholil Nafis, Jumat (5/2).

Model pendidikan pembentukan karakter itu karena ada pembiasaan dari pengetahuan yang diajarkan diharapkan menjadi kesadaran

KH Cholil Nafis. Ia memberi contoh, misalnya dalam pendidikan dasar, ketika seorang anak masuk sekolah dia wajib berseragam dan wajib bersepatu. "Lah giliran mau diwajibkan berjilbab bagi yang muslimah kok malah tidak boleh," urai dia.

"Yang tak boleh itu mewajibkan jilbab kepada non muslimah atau melarang muslimah memakai jilbab," katanya.

Karena itu, lanjut Cholil Nafis, agak aneh juga reaksinya ketika ada satu kasus siswa non muslimah dipaksa memakai jilbab.

Semestinya cukup bikin aturan bagi siswa non muslimah dipersilakan mengikuti aturan sesuai ajaran agamanya. Tapi jangan kemudian reaktif dengan bikin aturan siswa muslimah jadi tak wajib berjilbab.

"Baiknya memang mengurus gimana memaksimalkan belajar daring di pelosok yang tak terjangkau atau yang tak punya perangkatnya," ujar dia.

Diketahui tiga menteri menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai seragam sekolah. SKB itu disahkan pada Rabu (3/1) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Surat itu mengatur penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah (pemda) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dalam keputusan tersebut, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

“Tiga pertimbangan penyusunan SKB Tiga Menteri mengenai penggunaan seragam sekolah ini adalah sekolah berfungsi membangun wawasan, sikap dan karakter peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Mendikbud Nadiem Makarim.

Kritik juga datang dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas mengkritik Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah.

Buya Anwar mengingatkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. "Ini artinya negara kita harus menjadi negara yang religius bukan negara yang sekuler," tutur dia Kamis (4/2).

Karena itu, Anwar memandang, undang-undang, peraturan dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah dan DPR dalam semua bidang kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan, harus didasarkan dan berdasarkan nilai-nilai dari ajaran agama.

Dengan demikian, lanjut Buya Anwar, siswa maupun siswi harus dibimbing dan diarahkan oleh para guru untuk menjadi anak yang baik. "Para siswa-siswi masih masa pertumbuhan dan perkembangan. Kita sebagai orang dewasa terutama para gurunya, harus mampu membimbing dan mengarahkan mereka untuk menjadi anak yang baik," katanya.

Untuk itu pula, Anwar menyampaikan, negara dalam hal ini pihak sekolah, seharusnya tidak membebaskan muridnya yang belum dewasa itu untuk memilih apakah akan memakai pakaian yang sesuai atau tidak sesuai dengan agama dan keyakinannya.

Dia menilai, negara atau sekolah harus mewajibkan anak-anak didiknya agar berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinannya masing-masing.

"Sehingga tujuan dari sistem pendidikan nasional yang kita canangkan yaitu untuk membuat peserta didik bisa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan seterusnya, dapat tercapai," paparnya.

Buya Anwar menambahkan, negara harus bisa menjadikan agama sebagai kaidah penuntun dalam kehidupan termasuk dalam kehidupan di dunia pendidikan. Hal ini sesuai isi Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Agar para peserta didik menjadi orang beriman dan bertakwa, negara harus mewajibkan para murid untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinannya masing-masing.

"Karena itu siswi-siswi kita yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu semestinya sesuai dengan konstitusi harus kita wajibkan untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya itu," kata Buya Anwar.

"Karena kita ingin membuat negara kita dan anak-anak didik kita serta warga bangsa ini menjadi orang-orang dan warga bangsa yang toleran dan religius, bukan menjadi orang-orang yang sekuler," imbuhnya.

Namun demikian, mantan Ketua Umum MUI yang kini menjadi Wakil Presiden, Ma"ruf Amin mendukung SKB tiga menteri. Ismenegaskan, pemerintah daerah (pemda) dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang atribut keagamaan, baik kepada pendidik maupun peserta didik.

"Saya kira itu tidak boleh diwajibkan, tidak boleh dilarang, kembali pada masing-masing siswa, orangtua untuk bersikap seperti apa," kata Ma"ruf, di acara Mata Najwa, Rabu (3/2/2021) malam.

"Saya kira itu memang aturannya seperti itu. Tidak ada kewajiban. Bagi mereka yang muslim, jika merasa bahwa itu menurut pahamnya suatu kewajiban, dia akan gunakan," kata dia.

tag: #sekolah  #mui  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement