JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Keputusan DPR RI mengesahkan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan aspirasi masyarakat.
Menurut Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran RI (BPI KPNPA RI) Tubagus Rahmad Sukendar, DPR RI sama sekali tidak mempertimbangkan aspirasi yang berkembang di masyarakat dalam proses pemilihan anggota BPK.
“Pemilihan anggota BPK saat ini seperti panggung sandiwara. Dari sekian banyak calon yang bagus-bagus, DPR RI justru memilih calon yang kontroversial. Ada apa ini,” kata Rahmad Sukendar kepada media, Jumat (24/9/2021).
Sebelum fit and proper test calon anggota BPK, BPI KPNPA RI sudah melayangkan surat resmi melalui Sekretariat Komisi XI DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI untuk memberikan masukan masyarakat.
Dalam surat tertanggal 12 Juli 2021 itu, tuturnya, BPI KPNPA RI menyampaikan informasi bahwa dari 16 nama calon Anggota BPK yang akan mengikuti fit and proper test, ada dua calon yang bermasalah karena tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Mereka adalah Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin.
Pencalonan mereka bertentangan dengan pasal 13 huruf J UU 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan: “Paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelolaan keuangan Negara.”
Kemudian, Mahkamah Agung RI mengeluarkan pendapat hukum (fatwa) Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 yang pada pokoknya menyatakan syarat pasal 13 huruf j UU BPK adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh calon anggota demi alasan terhindar dari konflik kepentingan (conflict of interest).
Pendapat hukum serupa juga dapat ditemukan dalam pertimbangan hukum (ratio decidendi) dalam Putusan MK RI Nomor 62/PUU-XII/2013 mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 13 huruf j UU BPK. Hasilnya, MK menyatakan pasal tersebut konstitusional agar calon yang terpilih dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri dan bebas.
DPD RI sebagai lembaga yang diberikan kewenangan konstitusional juga telah memberikan pertimbangan yang menyatakan Nyoman tidak memenuhi syarat formil dan wajib digugurkan.
“Mengapa DPR RI seperti tutup mata dan telingan terhadap peraturan perundang-undangan dan aspirasi masyarakat? Apa kepentingan mereka ngotot memilih nama kontroversial itu,” kata Rahmad Sukendar.
Selain melanggar hukum, sejak awal dia mengamati proses pemilihan calon anggota BPK kali ini tidak lazim. Pasalnya, undangan fit and proper test kepada calon disampaikan oleh Plt Sekjen DPR RI, padahal seharusnya oleh Ketua Komisi XI.
Oleh karena itu, BPI KPNPA RI mendesak DPR RI membatalkan keputusan paripurna dan Komisi XI melakukan pemilihan ulang calon Anggota BPK sesuai dengan hukum dan konstitusi.
Rahmad Sukendar juga berharap Presiden Joko Widodo sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan mengawal konstitusi dan mengajak partai koalisi di DPR RI untuk membatalkan penetapan Nyoman Adhi Suryadnyana.
“Kami akan pantau dan kawal terus proses seleksi Anggota BPK RI ini karena mereka yang terpilih nanti akan menjadi pejabat publik yang memeriksa pengelolaan keuangan Negara. Semua pihak yang terlibat dalam seleksi harus taat pada undang-undang, dan tidak boleh ada benturan kepentingan sejak awal proses seleksi,” tegasnya.