Berita
Oleh Aswan pada hari Selasa, 30 Nov 2021 - 18:45:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial Rekomendasikan 5 Hal kepada Pemerintah Terkait PKH

tscom_news_photo_1638272758.jpeg
Ilustrasi (Sumber foto : Istimewa)
Teropong Juga:

JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial (KRPS) menilai pemerintah saat ini belum mampu beradaptasi mengatasi risiko kerentanan sosial akibat pandemi Covid-19.

Pasalnya, program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah masih bersifat melengkapi (complementary) program pemerintah pusat yang dapat mengakibatkan banyak rumah tangga miskin belum mendapatkan manfaat dari bantuan sosial, Selasa (30/11/2021).

Dari hasil studynya disepanjang Tahun 2020 hingga Tahun 2021, Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial (KRPS) beberkan beberapa temuannya yaitu:

1. Masih terjadinya tumpang-tindih program bantuan sosial maupun kelompok sasaran sehingga efektivitas program menjadi buruk, selain itu masalah pendataan (exclusion error dan inclusion error) masih sering terjadi, salah satu yang menjadi sorotan baru-baru ini adalah ditemukannya 28.965 PNS mendapatkan bantuan sosial Kemensos.

2. Alokasi anggaran untuk program PKH dan BPNT masih rendah, hal ini dikarenakan program yang ada belum disesuaikan dengan indeks kemiskinan dan biaya daerah sehingga niai manfaatnya menjadi kurang. Selain itu, alokasi bantuan di level nasional/pusat belum men-cover keluarga miskin di daerah.

Berdasarkan audit sosial yang dilakukan Koalisi Reformasi PerlindunganSosial pada tahun 2020 ditemukan sejumlah 2.892 keluarga miskin di DKI Jakarta tidak mendapatakan PKH. Sedangkan di Kota Bandar Lampung, Kota Bogor, Kab Bogor dan Kota Tasikmalaya sejumlah 6.306 keluarga miskin tidak mendapatkan PKH.

3. Pemerintah daerah belum banyak mengembangkan program pelayanan sosial yang universal, padahal peluang untuk melakukan inovasi tersebut sudah diwadahi oleh regulasi yang ada seperti UUD Pasal 34 Ayat (1) 1945, UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

4. Minimnya keterlibatan masyarkat dalam tahapan pendataan sehingga sering terjadi salah sasaran dan rawan terjadi konflik kepentingan di daerah. Bahkan RT/RW sering kali tidak dilibatkan, padahal mereka jauh lebih paham terhadap konsis warganya.

5. Lemahnya sistem pengaduan masyarakat di level daerah. Hal ini ditemukan dalam kasus saldo kosong, penahanan kartu, pemotongan bantuan oleh oknum dimana respon dan penanganannya oleh pihak terkait sangat lambat.

Akibat dari temuan tersebut, maka Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial merekomendasikan beberapa hal kepada pemerintah, yaitu:

1. Melakukan perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari pusat sampai daerah, agar program bantuan yang ada terintegrasi dan efektif.

2. Pemerintah daerah harus berani me-refocusing belanja yang tak penting untuk direalokasikan kebelanja perlindungan sosial, apa lagi daerah degan kapasitas fiskal yang cukup bisa membuat program inovatif guna menurunkan angka kemiskinan dan kerentanan dimasa pandemi (bencana).

Pemda DKI Jakarta bisa menjadi barometer pemerintah daerah untuk merumuskan program perlindungan sosial ditingkat daerah sebagaimana yang diusulkan koalisi Reformasi Perlindungan Sosial pada 2020-2021. Hal ini dikarenakan alokasi anggaran perlindungan sosial DKI Jakarta yang besar dan kapasitas fiskal yang tinggi.

3. Mendorong program inovatif terkait perlindungan/bantuan sosial di level daerah (PKH Lokal) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena program PKH yang sudah berjalan belum bisa meng-cover jumlah penduduk miskin dan penduduk miskin baru akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan studi koalisi, praktik baik ini sudah dilakukan di beberapa pemerintah daerah salah-satunya di Provinsi Jawa Tengah dengan Perda Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Surat Keputusan Bupati No.147/ 142/ kpts/ per-uu/ 2021 tentang Program Satu Miliyar Satu Desa dan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo dengan Perbub Nomor 30 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Sosial Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorotalo.

4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses dan tahapan pendataan, hal ini agar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang sudah ada bisa lebih valid dan minin konflik kepentigan. Karena faktanya banyak masyarakat sampai saat ini tidak tau proses, tahapan.

5. Memperkuat mekanisme pengaduan terkait bantuan sosial baik yang berasal dari pusat dan daerah, karena faktanya informasi dan respon penanganan teradap pengaduan masih sangat lemah.

tag: #koalisi-reformasi-perlindungan-sosial  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement